A. Pendahuluan
Pragmatik tidak dapat
dipisahkan dari konteks. Konteks dan pragmatik ibarat ikan dengan air. Ikan
tidak dapat hidup tanpa air, sebaliknya fungsi air tidak terlalu sempurna jika
tidak ada ikan-ikan berenang dan hidup di dalamnnya. Itu berarti jika yang dibicarakan
adalah pragmatik mau tak mau harus diicarakan pula konteks atau sebaliknya. Pada
dasarnya seorang peneliti bahasa dapat mengkaji bahasa dari bentuknya saja.
Misalnya, ia meneliti sebuah bahasa dari segi fonologinya saja; atau dari segi
morfologi, sintaksis, dan semantiknya; atau keempat aspek tersebut diteliti
semua. Hasil penelitian itu hanyalah berupa bentuk gramatikalnya. Jika
penelitian itu diterapkan dalam penggunaan bahasa sehari-hari, penjelasan atau
pendeskripsian kurang memadai seperti contoh berikut ini.
(1) Ibu : Airnya sudah masak, Mbak?
Anak : Kopi atau teh Bu?
(2) Ali
dimainkan bola
Contoh pada tuturan (1) di atas jika diteliti dari
bentuk saja, hasilnya menjadi kurang jelas atau taksa. Ketaksaan ini terjadi
karena tuturan anak seharusnya berupa jawaban, namun yang muncul adalah
pertanyaan. Jawaban yang seharunya dikatakan si anak misalnya Ya Bu, kompornya saya matikan. Contoh
tuturan (2), Ali sebagai subjek kalimat tidak seharunya dimainkan bola. Kalimat
yang benar untuk memperbaiki itu adalah bola
dimainkan oleh Ali. Dari kedua contoh ini, pemakaian bahasa sehari-hari
sangat dipengaruhi oleh konteks. Dengan demikian konteks akan mempengaruhi
bahasa yang digunakan oleh penutur.
Konteks mulai
berkembang pada tahun-tahun 1970-an. Para linguis mulai menyadari pentingnya
konteks dalam menafsirkan kalimat. Untuk mengenal konteks ada baiknya terlebih
kita mulai dengan batasan pragmatik. Hal ini dianggap perlu karena memang pragmatik
itu tak dapat dipisahkan dengan konteks. Selain itu juga, konteks sangat
mempengaruhi bentuk bahasa yang digunakan oleh penutur.
Batasan defenisi
pragmatik yang pertama menurut Levinson (1983:21) yang menyatakan bahwa Pragmatics is the study of the relations
between language and context that are basic to an account of language
understanding.‘Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan
konteks sebagai dasar pertimbangan untuk memahami bahasa.’ Dari batasan di atas
jelas sekali bahwa pragmatik itu memang harus mengkaji bahasa dan konteks
secara bersamaan (tidak dapat dipisahkan), untuk memahami makna secara utuh.
Kalau ada pertanyaan ‘bagaimana jika dalam kajian pragmatik itu, konteks diabaikan
saja?’ Jawabnya tentu tidak boleh, karena kalau itu dilakukan, berarti kajian
tersebut sudah tidak dapat lagi disebut kajian pragmatik, melainkan kajian
bahasa secara struktural, bukan secara pragmatis.
Kiranya batasan itu
cukup menjadi pengantar kepada pembahasan lebih lanjut mengenai konteks. Agar
jelas apa yang dimaksudkan dengan konteks, berikut dikemukakan beberapa
pendapat yang dikutip dari beberapa sumber yang berbeda.
Konteks dalam (sebuah wacana) pragmatik pada dasarnya merupakan ciri ekstralingual yang tidak boleh dianggap remeh, karena ia dapat melengkapi makna sebuah wacana tutur, maupun tulis.
Konteks dalam (sebuah wacana) pragmatik pada dasarnya merupakan ciri ekstralingual yang tidak boleh dianggap remeh, karena ia dapat melengkapi makna sebuah wacana tutur, maupun tulis.
Perhatikan wacana dialog berikut :
Profesor : berapa semalam Mba’?
Mba’ : Rp350.000,00 Pak, tapi dijamin Bapak pasti puas.
Profesor : berapa semalam Mba’?
Mba’ : Rp350.000,00 Pak, tapi dijamin Bapak pasti puas.
Dialog di atas konteks
fisiknya tidak jelas di mana, karena itu dialog tersebut tidak dapat memberikan
informasi yang cukup bagi pembaca, tapi yang pasti keduanya telah paham maksud
pertanyaan dan jawaban yang ada. Kesalingpahaman di antara mereka, disebabkan
mereka berdua berada dalam konsks fisik yang sama. Karena itu baik pertanyaan
maupun jawaban tidak perlu berpanjang-panjang karena mereka sudah saling paham,
meskipun hanya dengan pertanyaan dan jawaban yang secara lingual dianggap tidak
memadai. Konteks fisiknya, sang Profesor akan mengikuti seminar, berada di
depan resepsionis sebuah hotel dan Mba’ itu adalah sang resepsionis. Jadi,
dapat dipastikan, bahwa sesuatu yang ditanyakan itu adalah kamar, dan sesuatu
yang berharga Rp.350.000,00 itu adalah harga kamar, tetapi seandainya yang
bertanya itu seorang anak muda, dan pertanyaan itu ditanyakan di tempat
prostitusi misalnya, maka dapat dipastikan makna dari dialog di atas akan
menjadi lain. Itulah salah satu penyebab konteks menjadi begitu penting untuk
dilibatkan dalam sebuah tuturan, Monica Crabtree dan Joice Powers (ed.,
1991:223) pada salah satu tulisan yang berjudul : Pragmatics : Meaning and
Context dalam The Language Files menegaskan, to fully understand the meaning of a sentence, we must also understand
the context in which it was uttered. “untuk memahami sepenuhnya arti dari
sebuah kalimat, kita juga harus memahami konteks di mana konteks itu diucapkan.
Pernyataan yang hampir sama dengan itu disampakan oleh Johns (1997) dalam
Safnil (2000) Dia menjelaskan, bahwa: Context
refers not only to the linguistic environment where a text exists, such as a
textbook, novel or a journal, but also to nonlinguistic or non-textual elements
that contribute to the situations in which the production and comprehension of
the text are accomplished. ‘Konteks tidak hanya mengacu kepada lingkungan
linguistik di mana sebuah teks berada, misalnya buku pelajaran, novel atau
jurnal, tetapi juga untuk nonlinguistik atau elemen-elemen nontekstual yang
berkontribusi pada situasi di mana produksi dan pemahaman teks seseorang
dilakukan’.
Huang, (2007:13) dalam
bukunya yang berjudul, Pragmatics, dengan nada yang agak ragu-ragu mengatakan, Context is one of those notions which is
used very widely in the linguistics literature, but to which is difficult to
give a precise definition. “Konteks adalah salah satu istilah yang
digunakan secara luas dalam literatur linguistik, tetapi sulit untuk memberikan
definisi yang tepat. Selain itu, Jacob L. Mey (1993:38) dalam bukunya yang
berjudul, Pragmatics an Introduction mendefinisikan konteks : the surroundings, in the widest sense that
enable the participants in the communication process to interact, and that make
the linguistic expressions of their interaction intelligible. ‘(konteks)
adalah situasi lingkungan, dalam arti luas yang memungkinkan para peserta
(partisipan) untuk berinteraksi dalam proses komunikasi, dan membuat ekspresi
linguistik mereka dalam berinteraksi dapat dipahami.’
Meinhof dan Richardson
(1994) mendefinisikan konteks sebagai berikut : Context can mean anything from a global social structure to immediate
social situation or to the immediate textual environment of a text. ‘Konteks
bisa berarti apa saja yang ada dari struktur sosial secara keseluruhan, baik
yang langsung (berhubungan dengan) situasi sosial, maupun yang langsung
(berhubungan dengan) lingkungan tekstual teks.’
Levinson (1983)
menegaskan dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, bahwa context (in this book) includes only some of the basic parameters of
the context of utterance, including participants, identity, role and location,
assumptions about what participants know or take for granted, the place of an
utterance within a sequence of turns at talking, and so on. ‘konteks hanya
mencakup beberapa parameter dasar dari konteks ucapan, termasuk peserta,
identitas, peran dan lokasi, asumsi tentang apa yang peserta ketahui atau
mengambil untuk diberikan, tempat suatu ucapan dalam urutan berbicara
bergantian, dan seterusnya’.
Leech (1983)
menjelaskan bahwa konteks merupakan salah satu komponen dalam situasi tutur.
Konteks diartikan seabgai aspek-aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik
dan sosial sebuah tuturan. Dalam definisi ini ditambahkan pula bahwa konteks
yaitu sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki
oleh penutur dan petutur, dan konteks ini akan membantu petutur menafsirkan
atau memahami maksud penutur.
Subroto (2008:511) menyimpulkan
pengertian konteks dalam pragmatik (khususnya sosiopragmatik) sebagai berikut.
(a)
Konteks itu sesuatu yang bersifat
dinamis, bukan sesuatu yang statis.
(b) Konteks
itu menyangkut benda-benda dan hal-hal yang terdapat di mana dan kapan tuturan
itu terjadi.
(c) Konteks
itu berkaitan dengan interaksi antara penutur dan mitra tutur menyangkut
variabel kekuasaan, status sosial, jarak sosial, umur, dan jenis kelamin.
(d)
Konteks juga berkaitan dengan kondisi
psikologis penutur dan mitra tutur selama proses interaksi terjadi dan motif
tuturan.
(e) Konteks
juga menyangkut presuposisi, pengetahuan latar, skemata, implikatur (kaitan
dengan eksplikatur).
(f)
Termasuk dalam konteks yang bersifat
fisik ialah warna suara dan nada suara para peserta tutur.
Pendapat
di atas, dijelaskan dalam contoh ilustrasi berikut ini :
Di sebuah rumah tangga
tinggal berdua suami-istri yang sudah cukup usia. Pada suatu pagi tampaknya
suami bangun agak terlambat. Tatkala bangun, dia melihat cahaya sudah
terang-benderang. Dia bertanya pada istri yang menyapu di luar, “Jam berapa
Bu?” istrinya menjawab : “Itu lo Pak, koran dah datang”. Dialog ini menunjukkan
adanya konteks : a) kondisi psikologis suami yang terkejut keadaan sudah
terang-benderang, ia ingat harus masuk kantor, b) ia tahu bahwa di rumah itu
hanya berdua dengan istrinya, maka ia bertanya pada istri, c) istri tidak
menjawab secara langsung dan literer, melainkan menyatakan koran sudah datang.
Konteks terakhir itu merupakan presuposisi bahwa rumah tangga itu berlanggaran
surat kabar dan surat kabar itu biasa tiba sekitar pukul 6.30. Dengan jawaban
istri itu (sebagai eksplikatur) suami sudah dapat menarik kesimpulan sendiri
(implikatur).
Dari batasan-batasan di
atas semakin jelas, betapa pentingnya konteks dalam dalam kajian
pragmatik.
B. Jenis-Jenis Konteks
Pemahaman lebih jauh
mengenai konteks ditegaskan Huang (2007) dengan mengutip pendapat Ariel (1990),
menurutnya ada tiga tipe konteks dalam pragmatik, yaitu:
1. Konteks
fisik (the physical context) yang
mengacu pada pengaturan fisik ucapan. Sebagai contoh interpretasi dari (a)
tergantung pada pengetahuan (penutur) dipandang dari konteks fisik ucapan,
yaitu, lokasi spatio-temporal ucapan/lokasi ruang-waktu dari tuturan.
(a) He not the chief executive; he is.
He’s the managing director.
2. Konteks
linguistik (the linguistic context)
yang mengacu pada ucapan-ucapan sekitarnya dalam wacana yang sama. Apa yang
telah disebutkan dalam wacana sebelumnya, misalnya, memainkan peran penting
dalam memahami konstruksi eliptis (penghilangan) yang digunakan oleh Mary dalam
wacana (b).
(b) John : Who gave the waiter a large
tip?
Mary : Helen.
3. Konteks
pengetahuan umum (the general knowledge
context). Informasi
yang diturunkan dari jenis konteks ini menjelaskan mengapa (c) adalah pragmatis well-formed tetapi (d) pengecualian. Hal ini karena, mengingat dunia nyata pengetahuan kita, sedangkan kita tahu bahwa ada Kota Terlarang yang mengagumkan di Beijing, dan tidak ada atraksi turis di Paris.
yang diturunkan dari jenis konteks ini menjelaskan mengapa (c) adalah pragmatis well-formed tetapi (d) pengecualian. Hal ini karena, mengingat dunia nyata pengetahuan kita, sedangkan kita tahu bahwa ada Kota Terlarang yang mengagumkan di Beijing, dan tidak ada atraksi turis di Paris.
(c) I went to Beijing last month. The
Forbidden City was magnificent.
(d) I went to Paris last month. The
Forbidden City was magnificent.
Selain Huang (2007)
membagi konteks dalam tiga kelompok sebagaimana tampak dalam uraian sebelumnya,
maka Monica Crabtree dan Joice Powers (1991)
dalam The Language Files, Material for an
Introduction to Language, Departement of Linguistics, the Ohio State University
mengelompokkan konteks dalam empat sub-bagian :
1) The physical context, (that is),
where the conversation takes place, what objects are present, and what actions
are taking place. Konteks fisik yaitu di mana terjadi
percakapan, apa objek yang sedang dibicarakan, (siapa yang) hadir, dan apa
tindak tutur (yang diambil sesuai dengan) tempat;
2) Epistemic context, background
knowledge shared by the speakers and hearers. ‘Konteks
epistemis, (mengacu ke) latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh pembicara
dan pendengar;
3) Linguistic context, utterances
previous to the utterances under consideration.
‘Konteks linguistik, ucapan-ucapan sebelumnya ke dalam pertimbangan;
4) Social context, the social
relationship and setting of the speakers and hearers.
’Konteks sosial, (mengacu ke) hubungan sosial dan latar dari si pembicara kaitannya
dengan para pendengar.’
Tipe-tipe konteks
kelompok pertama hanya terdiri dari tiga tipe, masing-masing (a) konteks fisik (the physical context); (b) konteks
linguistik (the linguistic context) dan
(c) konteks pengetahuan umum (the general
knowledge context), tapi kelompok kedua mengklasifikasikan konteks atas
empat tipe yaitu: (a) konteks fisik (the
physical context); (b) epistemic
context; (c) linguistic context,
dan (e) social context.
Penentuan jenis konteks yang paling tepat terdapat pada kelompok kedua. Pilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penjenisan tipe kedua lebih lengkap jika dibandingkan dengan penjenisan tipe pertama karena tipe kelompok kedua melibatkan juga konteks sosial. Untuk memahami tipe-tipe konteks tersebut ada baiknya diperhatikan kutipan ilustrasi berikut.
Penentuan jenis konteks yang paling tepat terdapat pada kelompok kedua. Pilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penjenisan tipe kedua lebih lengkap jika dibandingkan dengan penjenisan tipe pertama karena tipe kelompok kedua melibatkan juga konteks sosial. Untuk memahami tipe-tipe konteks tersebut ada baiknya diperhatikan kutipan ilustrasi berikut.
“… dua orang, berbicara keras, berjalan menuju ke salah satu bagian perpustakaan (konteks fisik). Mereka duduk, dan masih berbicara keras, tapi tak seorang pun mengatakan apa-apa kepada mereka berdua. Setelah sekitar lima menit, seseorang di seberang meja mereka dengan sinis mengatakan: "Bicaralah sedikit lebih keras! Aku rindu pada suara keras Anda...."
Para pendengar akan
menafsirkan ucapan ini sebagai permohonan bagi mereka berdua agar mereka
tenang, meskipun fakta secara lingual (harfiah) pembicara meminta mereka untuk
berbicara lebih keras. Fakta kontekstual tertentu membantu kita, ketika tidak
ada sinyal yang menyatakan, bahwa ini adalah permintaan untuk diam: ucapan
menyela pembicaraan mereka dan memecah keheningan antara mereka dan orang lain
(ini termasuk konteks linguistik), demikian pula dengan permintaan yang dibuat
dalam nada sarkastis itu (termasuk konteks linguistik); perpustakaan biasanya
di mana pun di dunia ini dikenal sebagai tempat yang tenang (termasuk konteks
epistemis), dan mereka berada di perpustakaan (termasuk konteks fisik).
Pertanyaan yang muncul, mengapa permintaan dengan nada sarkastis itu harus
ditafsirkan dengan makna larangan agar jangan berbicara keras? Bukankah kalimat
tadi berupa permintaan agar mereka berdua berbicara lebih keras? Jawabannya
tentu berada pada tataran konteks sosial, yang secara konvensional mengenal
“ruh” dari kalimat permintaan tadi, karena mereka semua berada dalam konteks
sosial yang sama, dan mengenal pernyataan yang sarkastis itu dengan baik dalam
sistem sosial mereka.
C. Simpulan
Pragmatik adalah kajian
tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar yang benar-benar harus
menjadi bahan pertimbangan untuk memahami bahasa. Analisis pragmatik sangat
bergantung pada konteks. Dengan konteks, petutur dapat menafsirkan tuturan penutur
dalam sebuah situasi tutur.
Komunikasi dengan
menggunakan bahasa tidak akan sempurna jika tidak melibatkan konteks sebagai
elemen ekstra lingual yang tidak boleh diabaikan dalam sebuah pertuturan.
Konteks menjadi sangat penting hubungannya dengan pragmatik, karena komunikasi
yang melibatkan konteks dapat menjadikan komunikasi itu lebih komunikatif,
efektif, dan efisien.
E. Daftar Pustaka
Brown,
Gillian and George Yule. 1983. Discourse Analysis.
Cambridge University
Press.
Press.
Cummings,
Louise. 2007. Pragmatik : Sebuah
Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Huang,
Yan. 2007. Pragmatics. Oxford :
Oxford University Press.
Leech,
Geoffrey. 1983. The Principles of
Pragmatics. New York : Longman Group Limited.
Levinson,
Stephen C. 1993. Pragmatics. London:
Longman.
Mey,
Jacob L. 1993. Pragmatics an Introduction.
Cambridge, Massachusetts: Blackwell
Publishers.
Publishers.
Nugroho,
Miftah. 2010. Konteks dalam Kajian
Pragmatik.dalam buku Peneroka Hakikat Bahasa. Yogyakarta : Universitas
Sanata Dharma.
Rahardi,
Kunjana. 2005. Pragmatik : Kesantunan
Imperatif Bahasa Indonesia.Jakarta : Erlangga.
Safnil,
2000. Rhetorical Structure analysis of
the Indonesian Research Articles.
A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy (Linguistics) of
the Australian National University.
A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy (Linguistics) of
the Australian National University.
Subroto,
Edi. 2008. Pragmatik dan Beberapa Segi
Metode Penelitiannya. Dalam buku Kelana Bahana Sang Bahasawan, Persembahan
untuk Prof Soenjono Dardjowidjojo. Jakarta : Universitas Atma Jaya.
Verschueren,
Jef. 1999. Understanding Pragmatics.
New York : Oxford University Press.
Wardhaugh,
Ronald. 1998. An Introduction to
Sosiolinguistics. (third edition).
Massachusetts: Balackwell Publishers.
Massachusetts: Balackwell Publishers.
Yan
Huang. 2005. Pragmatics. New York:
Oxford University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar