SEJARAH SINGKAT ILMU SOSIOLINGUISTIK
AMERIKA (1949 - 1989)
1. Nenek Moyang dalam bidang
Linguistik
Sangatlah pantas bagi ahli bahasa saat ini untuk secara teratur memeriksa
ulang pekerjaan atau teori-teori dari ahli bahasa pendahulu. Hal ini bertujuan
agar kita tahu pendapat siapa yang harus kita pertahankan dan yang tidak.
Koerner (1988) melacak dan menemukan pemikiran sosiolinguistik yang sekarang
ini melalui Saussure dan William Dwight Whitney (1827 – 1894), dan kemudian
mengutip pendapat Whitney yang sangat penting:
Bahasa bukan milik perseorangan tetapi kelompok
masyarakat tertentu. Karena tidak ada satupun bahasa yang diciptakan adalah
hasil dari satu orang saja tetapi membutuhkan persetujuan dalam wujud
penggunaan bahasa tersebut. Seluruh pengembangan bahasa meskipun dimulai dari
perseorangan, dilakukan oleh masyarakat.
Koerner menyimpulkan bahwa ada kesamaan ide dalam konsep Whitney tersebut
yang diteruskan dari Whitney ke Saussure ke Meillet ke Martinet ke Weinreich dan
akhirnya ke Labov. Kevalidan ide Koerner ini masih perlu dipastikan. Meskipun
begitu, harus digarisbawahi juga bahwa memang sulit untuk menentukan apakah
sesuatu itu berupa konsep atau kebenaran. Hal ini didukung juga oleh psikolog
terkenal Carl Gustav Jung dan banyak ahli bahasa. Bahkan seorang Bloomfield
mendedikasikan satu bagian penuh dalam bukunya untuk membicarakan “masyarakat
bahasa” (Speech Communities: Bloomfield 1933: 42-56), terkait dengan pendapat
di atas pada kalimat terakhir pernyataan Whitney. Pengembangan ilmu bahasa
sebenarnya berhubungan antar satu generasi dengan lainnya. Contohnya:
pembahasan mengenai dialek sosial, perbedaan gender, dan tingkatan umur dapat
dihubungkan dengan pengamatan Bloomfield sebelumnya. Contoh lain, Paul Kiparsky
mengatakan bahwa aturan variabel milik Labov sebenarnya dapat diturutkan
kembali ke Panini (Kiparsky 1979). Sayangnya, seperti yang ditegaskan oleh
Koerner, sebagian besar teks dan koleksi sosiolinguistik melupakan peran dari
pendahulunya. Anggapan yang selama ini muncul adalah “sosiolinguistik adalah
ilmu yang berbeda yang sudah ada selama bertahun-tahun” (Pride & Holmes
1972: 7).
Labov, seperti yang sudah dikira banyak orang, tidak memperhatikan
pendapat-pendapat ahli bahasa yang lalu, menulis beberapa halaman untuk topik “beberapa
pembelajaran sebelumnya mengenai bahasa di dalam konteks sosial” (Labov 1966).
Labov mengutip catatan Antoine Meillet dari tahun 1905, yang mana catatan
tersebut menunjukan ketidakmauan Meillet untuk menerima hukum dan peraturan
sebelumnya dari abad ke-19. Meillet mengamati bahwa pasti banyak variabel yang
belum ditemukan, yang masih berlanjut, dan bervariasi yang sangat banyak dalam hubungannya
dengan hukum dan peraturan sebelumnya tersebut:
... mengacu dari fakta bahwa bahasa adalah
institusi sosial, ini berarti linguistik adalah ilmu sosial, dan satu-satunya
variabel yang dapat kita temukan untuk menjelaskan perubahan bahasa adalah
perubahan sosial yang mana variasi bahasa hanyalah akibatnya. Kita harus
menentukan struktur sosial mana yang berhubungan dengan struktur bahasa dan
bagaimana hubungannya. Pada umumnya, perubahan-perubahan struktur sosial dapat
diartikan juga perubahan-perubahan dalam struktur bahasa. (Labov, Hal 15)
Tulisan-tulisan Meillet tampak modern dan asing, tetapi tak seorangpun baik
dia atau koleganya dan murid-muridnya mengikuti ide bahwa sosial dan fenomena
bahasa mempunyai keterkaitan. Alasan untuk hal ini sangat jelas ketika kita
menilik pengembangan teori pada saat Meillet bekerja. Pada abad ke-19,
perubahan bahasa, etimologi dan hasil bahasa mendominasi pemikiran ahli-ahli
bahasa. Pada abad ke-20, struktur bahasa menjadi perhatian utama. Ide mengenai
hubungan budaya nampak dengan jelas pada penelitian pakar-pakar antropologi, berketerbalikan
dari apa yang disebut Sapir sebagai “the evolutionary prejudice” dari perhatian
sebelumnya mengenai bahasa (Sapir 1921). Hubungan mengenai cara memahami bahasa
dan budaya dibarengi oleh ilmu bahasa adalah dengan cara beralih ke
strukturalisme, yang dipimpin oleh Saussure dan yang lainnya. Seperti yang
diungkapkan Labov, sangat sedikit yang sudah dicapai dalam bidang linguistik
sampai akhirnya ada pengembangan pada teori, struktur fonologi, pengembangan
tape recorder, spektogram, prosedur sampling, dan komputer yang digunakan untuk
mengolah data yang sangat banyak. Bagaimanapun benarnya anggapan Meillet, masalah
teknologi dan konteks sosial memang belum cocok untuk membantu pengembangan
ide-idenya pada saat itu.
Sementara itu, ketika stukturalisme dikembangkan oleh Bloomfield, Sapir,
Bloch, Hockett, Pike, dan yang lainnya, fokus ilmu bahasa beralih ke pemikiran
pola mendasar bahasa-bahasa secara umum daripada variasi dalam bahasa tersebut.
Tidak ada yang salah dengan arah pemikiran tersebut, ilmu bahasa memang
seharusnya dikembangkan dengan cara ini (pola dasar ke variasi-variasi).
2. Nenek Moyang dalam bidang
Antropologi
Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa sosiolinguistik sebenarnya adalah
versi modern dari yang biasanya disebut dengan linguistik antropologi. Ada ide
yang mendukung pendapat tersebut karena sosiolinguistik mengembangkan analisis
dan deskripsi bahasa sampai pada aspek budaya dimana bahasa itu digunakan. Pada
kondisi seperti ini, sosiolinguistik menghasilkan sesuatu sebagai timbal balik
untuk ilmu antropologi, dimana banyak orang percaya ilmu ini mempunyai sumber
sendiri. Empat definisi klasik antropologi yaitu antropologi budaya,
antropologi fisika, arkeologi dan linguistik. Meskipun begitu, fokus
antropologi ada pada analisis yang lebih luas pada perilaku manusia, polanya
dan prinsip-prinsipnya, sedangkan sosiolinguistik modern membahas lebih dalam
dan lebih terperinci pada aspek bahasa dalam konteks sosial.
Indikasi awal pada pengembangan sosiolinguistik selanjutnya dapat dilihat
di “Horizons of Anthropology” yang diedit oleh Sol Tax pada tahun 1964, dimana
Hymes menggarisbawahi bahwa sifat utama linguistik di setengah awal abad ke-20
adalah, sesuai pandangan antropologi, “pencarian kebenaran ilmu bahasa”. Dia
memprediksi untuk setengah akhir abad ke-20 “sifat utamanya adalah untuk
pencarian pengelompokan dan pencapaian yang paling penting akan berhubungan
dengan struktur linguistik yang menarik dalam hal konteks sosial – untuk
singkatnya, analisis dalam hal kefungsian”. (Hymes 1964 b:92).
Antropologi Amerika sudah mengenal bahasa sebagai ciri khas dari tempat
asal bahasa tersebut, mungkin karena pentingnya hal ini kemudian ditempatkan di
studi Indian Amerika. Pada abad 19, hubungan antara antropologi dan linguistik
disebut dengan berbagai nama, contohnya: “ethnological philology” dan
“linguistic ethnology”. Pada abad ke-20, pendapat yang berseberangan ini
menjadi istilah yang dikenal sebagai “ethnolinguistics”, “metalinguistics” dan
“anthropological linguistics”. Tahun 1960an, Hymes mengusulkan istilah “linguistic
anthropology”, yang menjelaskan secara umum sebagai ilmu bahasa dalam konteks
antropologi. Hymes menegaskan bahwa ilmu seperti linguistik dan antropologi
saling melengkapi dalam prakteknya, meskipun tidak serupa. Antropologi
menggunakan linguistik untuk memperjelas ketepatan pekerjaannya, menyesuaikan
pengetahuan mengenai bahasa dari sudut pandang kemanusiaan. Sebaliknya, tugas
utama linguistik adalah untuk membahas pengetahuan tentang bahasa dari sudut
pandang kebudayaan. Kelas-kelas yang disebut “bahasa dan kebudayaan” sudah
ditawarkan, sebagai contohnya, tahun 1955 di Harvard-Pennsylvania. Hymes
mendekripsikan kelas-kelas semacam itu lama-kelamaan menjadi semakin mengacu
pada sosiolinguitik tetapi tetap bergantung pada pemahaman-pemahaman sebelumnya
di linguistik deskriptif. Hal ini sangat penting, seperti yang diungkapkan
Hymes, karena:
Seseorang membutuhkan pengenalan pada deskripsi
linguistik yang mengetahui cara untuk menentukan posisi sosial dan konteks
untuk data, dan untuk mengetahui juga fonetik dan perwujudannya dalam
fungsi-fungsi keberagaman (identifikasi, ekspresi, perintah, metalinguistik),
demikian juga proses-proses perubahan. Faktanya, untuk memahami linguistik
deskriptif dari sudut pandang sosial adalah dengan memahami ulang dan mulai
untuk memikirkan suatu permasalahan yang berbeda dan cara mengungkapkannya.
(Hymes 1966)
Pada laporan yang sama, Hymes menunjukan bahwa ada semakin banyak pelatihan
mengenai linguistik deskriptif untuk ilmuwan dalam bidang sosial, meskipun hal
ini penting, tetapi masih belum cukup untuk mendukung penelitian yang mereka
kerjakan. Ilmuwan sosial tersebut perlu tahu bagaimana untuk mengatur
bentuk-bentuk bahasa, dan untuk lebih yakin lagi juga perlu tahu bagaimana
untuk mengatur penilaian sosial mengenai variasi bahasa dalam pemakaiannya yang
berhubungan dengan orang-orang, jaringan, topik dan setting. Akibatnya, ilmuwan
dalam bidang sosial tersebut perlu untuk menerapkan hasil-hasil dari sebuah
deskripsi sosiolinguistik.
3. Nenek Moyang dalam bidang Sosiologi
Antropologi bukanlah satu-satunya sumber ilmu untuk sosiolinguistik. Pada
awal bulan April 1966, para sosiolog sudah mengatur satu pertemuan umtuk
sosiolinguistik sebagai salah satu pokok pembahasan rutin tiap tahun di “Ohio
Valley Sociological Society”. Hymes melaporkan bahwa salah satu pertanyaan yang
paling penting di pertemuan itu adalah “Dimana sosiolog dapat belajar tentang
sosiolinguistik?” (1966). Untuk membahas pertanyaan ini lebih lanjut, pertemuan
lanjutan diadakan di Los Angeles tiga bulan kemudian. Untuk menekankan suatu
fakta bahwa pengembangan ilmu tidak harus selalu bergantung pada pertemuan
setiap tahun, kemudian diadakanlah suatu pertemuan di kediaman William Bright. Sejumlah
ahli yang akan menjadi pemimpin dalam bidang ilmu sosiolinguistik ini yang
seharusnya datang di LA juga diundang, yaitu: Charles A. Ferguson, Joshua A.
Fishman, Harold Garfinkel, Erving Goffman, John Gumperz, Dell Hymes, William
Labov, Harvey Sacks, Edgar Polome, Leonard Savitz, dan Emanuel Schegloff. Para
sosiolog yang hadir kemudian membagi pengalaman mereka dalam hal pengajaran
sosiolinguistik di universitas mereka. Savitz menekankan pentingnya pelatihan
linguistik untuk para sosiolog. Fishman mendukung ide ini dan menambahkan bahwa
sosiolog-sosiolog tertarik pada nilai-nilai linguistik tapi tidak dalam ilmu
bahasa secara keseluruhan. Sedangkan para ahli ilmu bahasa tertarik pada
konteks yang lebih luas namun bukan dalam sosiologi. Hal ini perlu diperhatikan
bahwa perbedaan kepentingan seperti itu masih tampak sampai pada saat sekarang
ini (Hymes 1966).
Pada sosiologi, program-program ilmu mengenai perbandingan mulai berkembang
pada awal tahun 1960-an, dan banyak murid dalam bidang sosiologi dikirim ke
negara-negara asing. Mereka dituntut untuk kritis dalam hal kompentensi bahasa
namun tidak untuk kebutuhan yang berhubungan dengan ilmu bahasa. Oleh karena
itu, para murid ingin mempelajari bahasa dari orang-orang yang mereka teliti
tapi tampaknya mereka tidak dapat menilai bahasa sebagai sebuah sumber data
sosiologi.
Sebagian besar kelas-kelas awal dalam sosiolinguistik yang diajarkan oleh
sosiolog disebut “Sociology of Language”. Joshua Fishman pertama kali
mengajarkan kelas dengan nama ini pada tahun 1960 di universitas Pennsylvania.
Setelah itu, dia melanjutkan untuk mengajar kelas yang sama di Yeshiva, yang berhubungan
utama pada mata kuliah psikologi. Pendekatan Fishman mencerminkan
ketertarikannya dalam bidang: pemeliharaan bahasa, pemindahan bahasa, dan
konteks sosial dalam perencanaan bahasa.
Pada tahun 1965, buku Joyce O. Hertzler yang berjudul “The Sociology of
Language” akhirnya diterbitkan. Hertzler yang seorang sosiolog menulis:
Diantara banyak ilmuwan dalam bidang sosial, kontributor
utama dalam ilmu bahasa adalah orang-orang yang ahli dalam bidang antropologi dan
psikologi. Ahli antropologi sudah tertarik dengan bahasa sebagai aspek utama
dalam kebudayaan, pengembangan dan asal mula bahasa, analisis bahasa primitif
dan hubungan antara bahasa-bahasa tersebut dengan mental primitif dan
kehidupannya. Para pakar psikologi dalam bidang umum, sosial dan keabnormalan
sudah tertarik dengan tahap-tahap pengembangan tutur pada manusia, khususnya
pengembangan tutur pada anak-anak, hubungan pada pengembangan tutur dan kondisi
psikologis abnormal, pengembangan bahasa individual di dalam masyarakat yang utama
dan hubungannya pada proses dan cara berfikir. (Hertzler 1965: 4-5)
Sosiolog-sosiolog lainnya yang tertarik dalam bahasa juga mengadakan
penelitian masing-masing pada tahun 1960-an. Meskipun tidak ada kelas yang
disebut dengan “The Sociology of Language” di UCLA pada waktu itu, Harold
Garfinkel melaporkan bahwa topik bahasan ini termasuk di dalam semua
pengajarannya. Di departemen yang sama, Harvey Sacks sedang mengajarkan
analisis percakapan pada mata kuliah sosiologi dan antropologi. Hal ini
menunjukan bahwa masing-masing sosiolog melengkapi dirinya dengan topik bahasa
mereka sendiri dalam departemen sosilogi tetapi tanpa nama yang mungkin
mengidentifikasikan departemen sosiologi sebagai linguistik. Ketertarikan
penelitian Erving Goffman pada tahun 1960-an, sebagai contohnya, terpapar dalam
masyarakat dan pada perilaku sosial kecil dalam peraturan umum. Erving melihat
linguistik sebagai pokok untuk penggambaran struktur dan pengaturan dari
bagian-bagian kecil tingkah laku. Jika sebuah ilmu sosiologi mengorbankan
waktunya untuk mempelajari dasa-dasar ilmu bahasa untuk meniru pekerjaan dari
Goffman, Garfinkel, atau Sacks, ada resiko yang sangat serius dalam hal
pengorbanan aspek lainnya yang dibutuhkan oleh ilmu sosiologi tersebut.
Sewajarnya, hal yang sama dapat terjadi juga pada pakar antropologi dan juga
pakar ilmu bahasa.
4. Dilema Interdisipliner
Agar ilmu sosiologi dapat diuntungkan oleh gabungan ilmu-ilmu yang menjadi
dasar pemikirannya, harus ada sesuatu yang ditambahkan pada struktur akademik
tradisi. Wawasan etnografi dari pakar antropologi, metode dan teori sosial
mengenai sosiologi dan informasi mendasar ilmu linguistik harus digabungkan
dengan lebih baik. Pada poin ini, faktor-faktor tersebut memang tidak dalam kondisi
yang semestinya. Murid-murid antropologi mendapatkan sekecap pengetahuan
tentang linguistik tapi tidak cukup untuk melakukan pekerjaan yang sudah
ditunjukan atau divisualisasikan oleh Hymes. Departemen sosiologi bahkan hanya
memiliki sedikit kemauan untuk memperluas kurikulum tradisional mereka untuk
menyesuaikan diri dengan ilmu linguistik dalam rangka meneruskan pengembangan
pekerjaan dari Sacks Goffman.
Pada saat yang sama, hanya ada sedikit kecenderungan bagi ahli-ahli bahasa
untuk memberi pelatihan murid-muridnya dalam hal sosiologi dan antropologi.
Sampai tahun 1966 Ferguson sudah mengajar kelas yang disebut sosiolinguistik
(ilmu sosiolinguistik) di dua institusi LSA di universitas Georgertown.
Murid-muridnya mempunyai latar belakang dalam ilmu bahasa tetapi tidak dalam
sosiologi. Sama halnya pada Edgar Polome yang melaporkan bahwa pada tahun yang
sama dia sudah mengajar sosiolinguistik di universitas Texas yang secara
eksklusif sebagian besar muridnya adalah para ahli bahasa. Labov berpendapat bahwa
diperlukan latihan yang sangat banyak untuk merubah karakter penelitian bahasa
yang mendasar sehingga dia hanya memilih untuk melatih orang-orang yang sudah
berkomitmen pada ilmu bahasa. Pemikiran ini didukung oleh Gumperz yang juga
berpendapat untuk mempunyai komitmen yang sungguh-sungguh kepada analisis
sosiolinguistik, bukan hanya ketertarikan saja. Dengan demikian, pertengahan
tahun 1960-an mengungkap gejolak besar dan kemunculan bersama-sama para ilmuwan
sosial untuk mencoba menentukan bagaimana caranya untuk bekerja sama antar
disiplin-disiplin ilmu. Tentu saja ada pro dan kontra mengenai hal ini.
Alasan pendapat yang mendukung berpusat pada meningkatnya kebutuhan akan
penelitian antar kebudayaan yang terhambat oleh perbedaan pembahasan masing-masing
disiplin ilmu. Beberapa orang menilai dunia sebagai sesuatu yang tertata ulang
sebagai satu kesatuan masyarakat, menjadi semakin menciut dalam hal perasaan.
Pada saat yang sama ada penentuan ulang dari keberagaman masyarakat dan
bahasa-bahasa dalam masyarakat tersebut. Kedua fenomena tersebut membutuhkan
perubahan dalam teori dan fokus oleh para pakar sosiologi, antropologi, dan
bahasa.
Di masyarakat Amerika, waktu itu adalah saat bagi masalah perpecahan antar
ras, kemerosotan pendidikan, dan masalah pada struktur-struktur sosial.
Masalahnya sudah tampak dengan jelas dan ketiga disiplin ilmu tersebut
mempunyai alat yang dibutuhkan untuk mengatasinya, tetapi tidak dengan bekerja secara
sendiri-sendiri. Tetapi masalah yang dihadapi disiplin-disiplin ilmu ini selalu
sama seperti waktu sebelumnya. Ilmuwan sosial tidak ingin memberikan apapun untuk
mendapatkan ilmu bahasa. Dan juga sebaliknya pada para ahli bahasa. Setiap
disiplin menginginkan untuk tetap mempertahankan bidang dan tujuannya
sendiri-sendiri termasuk teori-teorinya sambil menikmati sedikit hasil dari
disiplin yang lainnya.
Sampai saat ini kita sudah mencatat beberapa asal mula pemikiran ilmu
sosiolinguistik dari para ahli dalam bidang ilmu bahasa yang sebelumnya,
contohnya: Saussure, Meillet dan Bloomfield. Di Inggris, warisan warisan ilmu
bahasa dari Firth menciptakan tradisi yang kuat bagi sudut pandang
sosiolinguistik, yang terbaru adalah pekerjaan dari Michael Halliday. Faktanya
pada tahun 1966, Basil Bernstein menulis sebuah memorandum yang disebut
“Kebudayaan & Ilmu bahasa” (Culture & Linguistics) yang mendorong
pengembangan ilmu bahasa di Inggris. Salah satu rekomendasi Hymes kepada Dewan Penelitian
Ilmu Sosial (1966) adalah untuk mengembangkan pusat pelatihan atau laboratorium
untuk pelatihan bidang sosiolinguistik, termasuk di London, New York, dan Washington,
DC. Ada anggapan bahwa Hymes sangat merekomendasikan London karena teori dalam
ilmu bahasa berorientasi lebih pada fungsinya daripada pendekatan formalnya.
Ilmu bahasa di Amerika pada pertengahan tahun 1960-an sudah dengan jelas
mengambil langkah yang lebih formal. Sebagai contoh, strukturalis dan
deskriptif grammar pada saat itu semakin tidak tampak perannya. Hal ini terjadi
karena banyak pakar sosiolinguistik seperti Hymes, Gumperz, Labov dan Ferguson
mengacu pada deskripsi yang lebih luas. Kehadiran para ahli sosiolinguistik
modern tampaknya kehabisan waktu seiring dengan cepatnya perkembangan teori
linguistik yang bersifat dominan. Hubungan utama dari kelanjutan tradisi sosiolinguistik
kemudian ditemukan dalam dialektologi daerah, dimana keragaman bahasa sudah
diselenggarakan selama bertahun-tahun.
5. Geografi Linguistik
Setidaknya di negara-negara barat, linguistik geografi dikatakan mempunyai
asalnya pada akhir abad 19 di Jerman, ketika Georg Wenker mengirimkan 40
kalimat kepada ribuan ahli-ahli di sekolah desa. Kalimat-kalimat tersebut
terdiri dari kata-kata yang dikenal beragam di daerah tersebut dalam
pelafalannya. Dengan apapun kemampuan semi-fonetik yang bisa mereka kuasai,
ahli-ahli sekolah ini bertanggung jawab penuh untuk menanggapi, menciptakan
data awal yang masih ada di Marburg dan yang sekarang sedang dikomputerkan.
Poin yang kita dapat disini adalah bahwa fokus dari usaha Wenker terdapat pada
kekayaan variasi yang menggolongkan bahasa Jerman.
[....]
Pada tahun 1896, sebuah atlas negara Perancis ditemukan dan ditunjukan oleh
Jules Gilleron yang menentukan bahwa hal itu mungkin untuk mendapatkan gambaran
yang lebih konsisten dan akurat dari informan tutur yang nyata jika seorang
pekerja lapangan yang masih lajang dengan kemampuan fonetik yang bagus akan
mewawancarai subjek-subjek dan merekam tutur mereka secara fonetik. Sehingga
dia mengirimkan Edmont ke masyarakat Perancis yang beragam. Dalam waktu 4
tahun, Edmont melengkapi 200 questionaire dengan 700 informan dan Atlas
Linguistique de la France diterbitkan diantara tahun 1902 dan 1910.
[...]
Proyek atlas Amerika dibawah arahan Hans Kurath dimulai pada tahun 1931.
Ide awalnya adalah untuk menghasilkan sebuah kamus dialek. Para siswa yang
peduli dengan masalah itu termasuk George Kittredge dan James Russell Lowell
berkumpul di Cambridge, Masachussette pada tahun 1889 dan membentuk perkumpulan
dialek orang-orang Amerika. Meskipun setelah 30 tahun pembentukannya, perkumpulan
tersebut tidak mendekati untuk menerbitkan sebuah kamus dialek, perkumpulan ini
sudah mengumpulkan 26.000 lebih kata-kata dialek yang menarik dan frase dalam
penebitannya, “Catatan-catatan Dialek” (Dialect Notes). Pada tahun 1929,
ketertarikan dari banyak ahli dialek asal Amerika sudah berpindah dari kamus dialek
ke atlas linguistik. Dengan bantuan dari Dewan Amerika mengenai masyarakat yang
terpelajar, sebuah rancangan untuk atlas diterbitkan, dan Kurath ditunjuk
sebagai direkturnya. Rencana tersebut adalah untuk menghasilkan serangkaian
“lembar kerja” yang berisi lebih dari 700 ide yang diatur dengan kasar sesuai
dengan topiknya. Pendekatan yang unik ini merumuskan jawaban-jawaban informan
tetapi tidak menentukan pertanyaannya, meninggalkan masalah ini pada kepintaran
para pekerja lapangan.
[....]
Penelitian atlas linguistik di Amerika berlanjut pada sesuatu yang agak
reguler tetapi sekarang ini mirip dengan langkah lambat yang dibantu oleh
komputerisasi data dan dengan kerja keras dari sedikit murid-murid yang
berbakat. Banyak murid-murid mempertanyakan nilai dari metode dimana datanya
diperoleh, keakuratan transkripsi fonetik dari tape recorder kuno, sampel yg
tidak jelas, fokus yang hanya pada leksikon dan pelafalan, penghilangan
prosedur analitik sebagai analisis wacana dan arti pragmatik, yang berkembang
setelah prosedur atlas ditentukan secara pasti.
[...]
Dalam geografi linguistik ada banyak bentuk awal dari sosiolinguistik
modern. Atlas orang-orang Amerika secara tradisional mencoba untuk mendapatkan
narasumber dari tiga jenis kelas sosial utama dalam masyarakat yang lebih bersifat
kota, hal itu merupakan gagasan dari Raven I. McDavid yang membuat kejelasan
hubungan antara faktor sosial dan variabel pelafalan. Dalam artikel klasiknya,
“Postvocalic /-r/ di Carolina Selatan: analisis sosial” (1948) Raven menulis
bahwa dalam masyarakat dimana postvocalic /-r/ terjadi penyempitan, 3 variabel yang
menguranginya adalah: lebih modern, lebih muda, dan pembicara yang lebih
brpendidikan yang tidak membutuhkan pembatasan. Kepekaan terhadap pengaruh
variasi sosial ini tidak biasa, tetapi bagaimanapun juga pada tahun 1960-an,
pembelajaran variasi bahasa di Amerika memasuki masa kebangkitan.
5.1 Pengembangan-pengembangan
Karena ketertarikan baru dalam keminoritasan berkembang, negara di bawah
kepemimpinan presiden Kennedi mulai memandang penduduknya dengan cara yang
baru. Bagi mereka yang merupakan hasil dari sosial selanjutnya mungkin tidak
menyadari pengaruh hebat dari ide-ide tersebut pada linguistik di waktu itu.
Karena hal itu sering terjadi, serangkaian peristiwa khusus membentuk pondasi
bagi beberapa perubahan pada bidang ilmu kita, beberapa memang ada hubungannya
tetapi beberapa lebih tidak terduga. Salah satu dari event ini adalah Institut
Bahasa tahunan di universitas Indiana pada tahun 1964. Pendukung-pendukung
utama dari strukturalisme dan generatif grammar dipertemukan satu sama lain
dalam serangkaian kuliah selama seminggu oleh Chomsky yang dilanjutkan oleh
Pike. Ini merupakan institut yang tidak biasa diikuti pada musim panas itu, dan
dengan dibarengi pertemuan musim panas Perkumpulan Linguistik Amerika, program
ini menjadi sebuah peristiwa yang paling menarik di dalam bidang ilmu kita.
Satu alasan mengapa institut tersebut banyak dihadiri ternyata sudah
disebutkan, yaitu adanya perdebatan langsung bagi teori kepemimpinan di bidang
ini. Meskipun memang ada juga alasan-alasan yang lain.
Pada bulan Mei tahun 1964, sekitar sebulan sebelum pertemuan LSA, Pusat Penelitian Bahasa dan Linguistik UCLA
mensponsori sebuah kenferensi “Sosiolinguistik” di Lake Arrowhead, California.
Makalah yang sudah diteliti dari konferensi ini muncul dengan judul
“Sosiolinguistik” (Bright 1966). Untuk memberikan sebuah ide dari istilah baru
“sosiolonguistik”, hal itu seharusnya ditulis di dalam Kamus Internasional Baru
Webster Edisi ke-3 Tahun 1961 tetapi istilah baru tersebut tidak tercatat sama
sekali dalam kamus, meskipun istilah tersebut sudah ada sejak awal tahun 1952
dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Haver C. Currie di dalam “Southern
Speech Journal”. Pada waktu konferensi Lake Arrowhead, sejumlah pelajar telah
menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat, para pelajar tersebut adalah
Henry M. Hoeningswald, John Gumperz, Einar Haugen, Raven McDavid, Jr., Dell
Hymes, John Fischer, William Samarin, Paul Friedrich, dan Charles Ferguson. Seorang
bintang baru di saat itu yang juga seorang murid dari Uriel Weinreich di
Colombia, yang bernama William Labov, juga diundang ke konferensi Lake
Arrowhead untuk menjelaskan desertasinya yang meneliti bahasa yang digunakan di
kota New York. Para kader anggota yang hadir ini menggambarkan sejumlah tradisi
penelitian yang cukup berbeda yaitu geografi linguistik, hubungan bahasa,
perubahan sejarah, etnografi, dan perencanaan bahasa. Misi lain yang tersirat
dalam konferensi ini adalah untuk menemukan pilihan istilah nama bagi
masing-masing bidang penelitian. “Bahasa dan Masyarakat” dan “Sosiolinguistik”
merupakan pilihan yang paling logis dan seharusnya dua kelas ini yang ditawarkan
di pertemuan LSA pada tahun 1964.
John Gumperz sudah melakukan penelitian lebih dulu di India dan Norwegia yang
meneliti pada perbedaan bahasa yang digunakan diantara keragaman kasta manusia
dan status sosial. Bagi orang-orang yang sudah mendengar John Gumperz berbicara
mengenai hal ini di masa lalu, berhasil menawarkan Gumperz untuk berpartisipasi
dalam kelas institut musim panas yang berhubungan dengan masalah-masalah umum
yang terkait dengan keragaman semacam ini. Gumperz sudah pernah dilatih dalam
tradisi geografi linguistik di Michigan, tetapi dalam karyanya baru-baru ini,
Gumperz sudah menemukan wilayah baru untuk dipelajari selain keragaman
geografis. Gumperz mengajarkan mata pelajaran yang disebut dengan “Bahasa dan
Masyarakat”.
Penelitian Charles Ferguson dimulai dengan pembelajaran bahasa Bengali dan
bahasa Arab, yang membawanya untuk fokus pada penggunaan yang berbeda dari
bahasa-bahasa tersebut, termasuk keragaman dari bahasa-bahasa tersebut. Sebagai
contohnya, pada tahun 1950-an Charles sudah menulis tentang bahasa bayi dan kesopanan
yang ada dalam bahasa Arab. Pada awal tahun 1960-an Charles bersama dengan
Gumperz mengedit sebuah terbitan IJAL, yang disebut “Keragaman Linguistik di
Asia Selatan”. Dia juga menulis mengenai diglosia sebagai suatu masalah
pengajaran bahasa. Pada pertemuan di tahun 1964 Charles memimpin seminar dalam
bidang sosiolinguistik. Hal itu sering bersamaan dengan munculnya murid-murid
baru dengan perhatian yang sama yang peduli untuk membebaskan dan membiarkan ide-ide
baru berkembang. Hal tersebut bukan tujuan Charles untuk menunjukan kreasi
sosiolinguistik modern di konferensi Lake Arrowehead atau di pertemuan LSA itu
sendiri, tetapi agak mengarah kepada kombinasi kedua-duanya dalam waktu yang
berkelanjutan yaitu dari pertengahan Mei sampai pertengahan Agustus tahun 1964.
Hanya karena pakar geografi linguistik sudah pecah dari pandangan pembelajaran
bahasa yangmemperlakukan bahasa sebagai kesamaan dan kesatuan, sehingga para pakar
sosiolinguistik memisahkan diri dari para ahli linguistik struktural di dalam perhatian
mereka terhadap bahasa-bahasa “seperti keseragaman menyeluruh, kesamaan atau
kemonolitikan dalam struktur mereka” (Bright 1966:11).
Untuk menambahkan dalam hubungannya dengan kelas-kelas Gumperz dan Ferguson
dalam sosiolinguistik, pertemuan musim panas LSA tahun 1964 masih menyediakan
dorongan lainnya untuk perkembangan pembelajaran keragaman bahasa. Alva L.
Davis, seorang ahli geografi linguistik di Institut Teknologi Illnois bersama
dengan Robert F. Hogan dari Dewan Guru Bahasa Inggris Nasional menjamin
pendanaan untuk konferensi Dialek Sosial dan Pembelajaran Bahasa untuk diadakan
dalam hubungannya dengan pertemuan musim panas LSA di Bloomington. Ada 25
peserta yang termasuk para pakar linguistik, tenaga pendidik, pakar sosiologi
dan pakar psikologi diundang. Gumperz, Labov, McDavid dan Ferguson
mempresentasikan kelanjutan dari kelompok Lake Arrowhead. Semua pakar
linguistik lainnya berasal dari dialektologi, hubungan bahasa atau spesialis
dalam bidang multilbahasa. Publikasi makalah di pertemuan ini (Shuy 1965)
terfokus pada persamaan dialek, kebutuhan untuk meneliti bahasa kota, kecukupan
pendekatan-pendekatan lama terhadap penelitian dialektologi, manfaat pedagogik
dari informasi yang lebih dalam mengenai variasi bahasa, dan bahasan mengenai
variasi non-standar yang seharusnya dihapuskan atau ditambahkan oleh standar bahasa
Inggris.
Saat ini, topik-topik bahasan tersebut terlihat agak umum. Tetapi dalam
musim panas tahun 1964, mereka mulai membicarakan masalah-masalah baru. Beberapa
pendidik memperdebatkan untuk tetap kukuh melawan bahasa Inggris yang bersifat sub-standar.
Pertemuan tersebut kemudian muncul permasalahan dalam peristilahan seperti “sub-standar”
melawan “non-standar” dan “penghilangan adat-istiadat” melawan “perbedaan
adat-istiadat”. Haugen membuat pertanyaan untuk pendekatan yang disarankan oleh
banyak orang yaitu bahwa kita menggunakan metodologi Bahasa Inggris ESL untuk
mengajar bahasa Inggris yang berfungsi sebagai dialek kedua. Haugen menunjukan
bahwa pembelajaran bahasa dan dialek bukan hal yang sama, meskipun terlihat
sama.
Dengan adanya pertemuan Lake Arrowhead dengan pertemuan LSA, dengan Gumperz
dan kelas-kelas Ferguson dalam bidang ilmu sosiolinguistik dan dengan
konferensi pada Dialek Sosial, pertemuan musim panas pada tahun 1964 merupakan
hal yang sangat penting untuk pembangunan bidang ilmu sosiolinguistik. Apa yang
terjadi setelah hal itu membuktikan ini. Banyak dari peserta yang ikut dalam
pertemuan ini mulai mengajar kelas yang disebut dengan ilmu sosiolinguistik di
universitas-universitas tempat asal mereka.
[..]
Bersamaan dengan pertumbuhan jenis karya yang dibawa oleh Labov di New York
dan yang lainnya di Detroit dan Washington pada tahun 1960-an merupakan
perkembangan dari penelitian yang lebih bersifat etnografis pada variasi
bahasa. Hymes, Gumperz dan teman-teman yang lainnya dan para murid fokus pada
bahasa sebagai fakta sosial dan mempelajari hubungan antara komunikasi dan
kebudayaan. Mungkin, di luar ketidakpuasan dengan pembatasan generativis dari
“kompetensi” terhadap ilmu grammar, Hymes memperluas ide tersebut ke dalam
“kompetensi komunikatif” istilah paling umum untuk kemampuan berbicara dan
mendengar seseorang (Hymes 1964). Meskipun Newmeyer menegaskan bahwa Hymes
mengharapkan “kompetensi komunikatif” dapat menghilangkan kompetensi grammar
(Newmeyer 1983), hal itu sebenarnya bukan maksud Hymes. Hymes tidak menolak
kompetensi grammar tetapi Hymes agak mempercayai kompetensi grammar menjadi
bagian dari kompetensi yang lebih luas yang merupakan pembelajaran yang
bermanfaat.
Pada akhir tahun 1960-an, beberapa helai dari pendekatan-pendekatan penelitian
kemudian disatukan. Dialektologi daerah yang masih belum teratur selama hampir
seabad dan komunikasi bahasa yang masih belum teratur sudah nampak
keberadaannya dengan bantuan pekerjaan dari Ferguson, Haugen, Weinreich, Fishman,
dan yang lainnya. Sebagai tambahan, cabang etnografi komunikasi membuat efek
kuat dalam kurun waktu yang tidak lama. Semua cabang tersebut berhubungan
dengan bahasa dalam konteks sosialnya dan kesemuanya disusun oleh para pelajar
yang menganggap dirinya melakukan sesuatu di bidang ilmu bahasa. Istilah ilmu
sosiolinguistik mulai memasuki katalog kelas di universitas, artikel jurnal,
dan judul buku. Meskipun dengan adanya hasil yang harmonis ini, faktanya adalah
para praktisi cabang ilmu sosiolinguitik berasal dari berbagai macam disiplin
ilmu yang berbeda.
6. Perubahan dari Warisan Nenek
Moyang
Hal ini seharusnya jelas bahwa linguistik modern ada dalam kesakitan yang
sangat hebat pada pertengahan tahun 1960an untuk siap melahirkan keturunannya
yang disebut “ilmu sosiolinguistik”. Seseorang mungkin mengharapkan anak ini
untuk menanggung kemiripan tertentu dari kedua orangtuanya, baik linguistik dan
ilmu sosial. Seseorang bahkan lebih suka percaya anak baru ini akan membawa
linguistik dan ilmu sosial berdekatan satu sama lain. Pada awal tahun 1964
sampai 1966, menggambarkan bahwa masalah-masalah dalam pengerjaan hal ini
diketahui. Nama untuk anak baru ini dibahas oleh pemimpin dalam bidang ini
(Hymes 1966). Bagaimana munculnya anak ini dibicarakan pada setiap pertemuan
para pelajar yang sedang mengikuti pelatihan di berbagai universitas. Ketika
anak ini lahir, akan dibutuhkan konferensi yang bersifat profesional, jurnal,
pertemuan, teks, dan pusat pelatihan untuk membantunya menuju kedewasaan.
Sekarang, seperempat abad setelah berbagai pertemuan pada pertengahan tahun
1960an, kelas-kelas, dan koleksi makalah, ini adalah waktunya untuk
menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi. Apakah disiplin linguitik, sosiologi,
dan antropologi pernah meraih penyesuaian yang sangat diharapkan pada awal tahun 1960an? Apakah anak yang
masih muda ini sudah mendapatkan nama untuknya? Apakah bidang linguisitk
menyetujui sosiolinguistik sebagai salah satu dari keturunannya sendiri?
Bagaimana ilmu sosiolinguistik berperan pada Antropologi dan sosiologi?
Sudahkah jurnal-jurnal khusus dibuat?
Hal ini bukanlah suatu kebetulan bahwa banyak pakar sosiolinguistik yang
terdahulu memandang analisis rutin dalam bidang sosiologi sebagai tambahan
untuk antropologi. Pendekatan kuantitatif terhadap kondisi sosial-ekonomi
merupakan hal yang sudah biasa. Data sensus ternyata juga berguna, demikian
halnya dengan prosedur sampling yang rumit dan prosedur pengumpulan data dari
sosiologi.
7. Metodologi
Pakar sosiolinguistik memetakan ajaran mereka masing-masing meskipun ketika
mereka juga meminjam dari sosiologi, yang akhirnya menimbulkan kritik dari bidang
itu. Hal itu menjadi jelas sejak awalnya, sebagai contoh, bahwa data mengenai
bahasa cukup berbeda dari data sosiologis yang umum. Pakar sosiologi dapat
mewawancarai orang-orang yang berhubungan dengan pengambilan suara dan
pola-pola dalam pembelian, aktifitas sehari-hari, perilaku atau nilai-nilai dan
masih tidak pasti dalam hal keakuratan atau kejujuran respon mereka. Secara
relatif mudah untuk mengungkapkan kebenaran mengenai berapa kali seseorang
menyikat giginya atau siapa tepatnya yang dipilih dari suatu voting, tetapi
sangatlah sulit bagi manusia untuk secara sadar merubah atau memodifikasi
huruf-huruf konsonan atau huruf hidup yang mereka gunakan ketika mereka
mengungkapkan idenya dalam tindak tutur masing-masing. Kestabilan penggunaan
bahasa ini membuat sampel yang sedikit dari suatu bahasa tersebut menjadi lebih
berguna bagi para peneliti daripada data yang diambil dari suatu penelitian
yang bersifat sosial.
Para ahli sosiolinguitik juga berpendapat untuk bekerjasama dengan metode
untuk menentukan status sosio-ekonomi yang umumnya terdapat pada sosiologi,
dalam hal ini mereka diuntungkan oleh prosedur ilmu sosiologi yang pada umumnya
terjadi pada penelitian bahasa sekarang ini. Proyek besar penelitian
sosiolinguistik yang pertama (Labov 1965; Shuy, Wolfram & Riley 1968) secara
khusus menggunakan data bahasa yang dihubungkan dengan status sosio-ekonomi
(SES) seperti yang diterangkan oleh skala Warner. Seiring dengan berkembangnya
teori dan pengetahuan, para ahli sosiolinguitik mulai bertanya pada dirinya
sendiri: “Kenapa bahasa harus dipilih sebagai variable yang berhubungan dengan
SES? Kenapa tidak membiarkan bahasa itu sendiri sebagai SES?”. Jika para pakar
percaya kepada kepercayaan mereka bahwa bahasa adalah jendela terbaik yang
tersedia untuk struktur sosial dan kesadaran, mengapa menggunakan bahasa untuk
menghubungkan dengan yang lain, apakah karena bahasa tidak cukup luas?
Dengan perkembangan analisis kuantitatif sosiolinguistik, terdapat
analisis-analisis statistik yang lebih rumit. Hal tersebut sudah dikatakan
bahwa ada dua jenis analisis linguistik yaitu: bagi mereka yang meneliti untuk
kepentingan umum (apa yang dimiliki bahasa pada umumnya), dan bagi mereka yang
meneliti untuk hal yang tidak tetap (bagaimana bahasa itu dibedakan).
Hal tersebut menjadi nyata bahwa penelitian untuk bahasa umum membutuhkan
ukuran kuantitatif yang kurang daripada penelitian untuk faktor tidak tetap.
Untuk pastinya, penelitian pada umumnya bisa menggunakan analisis statistik dan
hal itu benar bahwa tradisi yang sudah lama mengenai penilitian dialektologi
pada dasarnya menghindari statistik. Tetapi karena proyek penelitian tersebut
fokus pada keberagaman contoh bahasa di konteks-konteks yang berbeda, hal
tersebut menjadi bukti bahwa sifat utama bahasa yang sangat penting merupakan
frekuensi kemunculannya, tidak hanya keberadaan atau tidaknya bahasa tersebut secara
kategori.
Pada tahun 1960an, hitungan sosiolinguistik menghasilkan statistik yang
agak sederhana yang biasanya ditunjukkan dalam persen. Tidak ada yang salah
dengan statistik semacam ini, tetapi tentu saja selama pernyataan-pernyataan
tersebut jelas dan nyata. Kenyataannya, penggambaran statistik semacam itu
merupakan suatu kemajuan yang hebat bagi penggambaran yang terdahulu mengenai
kehadiran atau tidaknya fitur atau sifat khusus tersebut. Sejak pakar
linguistik mengenal komputer, rutinitas statistik menjadi lebih luas, maju, dan
terkenal (Fasold 1984). Dari antropologi, beberapa pakar linguistik sudah
meminjam metode observasi dan etnografi dari peserta. Meskipun pendekatan
etnografis terhadap analisis bahasa sudah ada sejak beberapa tahun, hal
tersebut penting bahwa universitas Pennsylvania bertanggungjawab untuk sebuah
latihan dalam skala besar dan penelitian di tahun 1960an, salah satunya
menghasilkan pengaruh utama untuk karya di area ini. Dell Hymes
bertanggungjawab penuh untuk kesibukan dari kegiatan ini.
Hal ini seharusnya ditekankan bahwa meskipun pakar sosiolinguistik mencapai
ide-ide dan pendekatan dari sosiologi dan antropologi, ide dan pendekatan
tersebut tidak dipinjam dalam bentuk keseluruhan mereka atau bentuk paling
murni mereka. Bentuk-bentuk ide tersebut diubah ke dalam tujuan-tujuan khusus
dari bidang yang dirasa baru. Baik pakar sosiologi maupun antropologi mungkin
mengeluh dengan dasar kebenaran bahwa perubahan-perubahan ini mengurangi
kekuatan atau mengubah tujuan bidang itu sendiri. Bagaimanapun juga hal
tersebut mungkin benar, kritik mempunyai kekuatan kecil ketika kita mengetahui
bahwa sosiolinguistik bukan sosiologi ataupun antropologi. Ada orang-orang yang
setuju dengan hal itu, tetapi kenyataannya apakah hal itu disebut linguistik,
karena pakar sosiolinguistik keluar dari batasan lama analisis linguistik,
tetapi kritik tersebut ditahan oleh kenyataan bahwa pakar sosiolinguistik
mengetahui kenyataan itu dengan menyebut bidang itu sebagai sosiolinguistik.
Dari awal keberadaan bidang pembelajaran yang disebut sosiolinguistik,
sudah ada perdebatan mengenai apakah ada sesuatu yang disebut sosiolinguistik
atau tidak. Labov dikenal oleh kebanyakan orang sebagai salah satu kekuatan
utama dalam kelahiran bidang ini, Labov sendiri menjadi objek sosiolinguistik
itu sendiri pada awal tahun 1965. Karena Labov kita tidak perlu menyebut bidang
ini dengan nama yang terpisah. Labov lebih suka menyebut linguistik sebagai
bidang asal, menyesuaikan dan menerima keragaman sosial dalam bidangnya.
Singkatnya, Labov tidak membutuhkan maksud tertentu untuk sebuah konsep atau
bidang seperti sosiolinguistik.
8. Nama-nama
Pada bulan November tahun 1966, ketika Hymes mengumpulkan laporannya pada
pelatihan sosiolinguistik, tidak ada nama untuk bidang yang diperdebatkan di
atas. Dia melaporkan bahwa subyek masalah sosiolinguistik kemudian diajarkan di
bawah payung “ilmu linguistik”, “bahasa dan budaya”, “sosiologi bahasa”, dan
“perilaku bahasa” demikian juga dengan “ilmu sosiolinguistik”. Selama lebih
dari 20 tahun kemudian, nama yang sama muncul walaupun hanya diantara pakar
linguistik, sosiolinguistik sudah menjadi istilah umum. Pertemuan tahunan
perkumpilan linguistik Amerika sudah mempunyai nama “ilmu sosiolinguistik”
selama 15 tahun. Kenyataannya, brosur baru-baru ini menjelaskan bidang ilmu
linguistik secara menyeluruh yang dikeluarkan oleh LSA, menjelaskan bahwa ilmu
sosiolinguistik sebagai salah satu komponen utama dari disiplin kita. Sekarang
ini, ilmu sosiolinguistik mungkin didefinisikan secara berbeda oleh pelajar
yang berbeda juga tetapi ada persetujuan umum yang dalam persetujuannya
memasukkan topik seperti perencanaan bahasa, keragaman bahasa (dialek sosial
dan daerah), register, dan “creole” dan “pidgin”. Ada persetujuan campuran
mengenai apakah sosiolinguistik memasukkan perubahan bahasa atau apakah
pembelajaran perubahan bahasa memasukkan kategori pokok pembelajaran yaitu
sosiolinguistik. Demikian juga, perkembangan yang lebih baru dari analisis
wacana, pragmatik, dan tindak tutur oleh beberapa pelajar dianggap menjadi
bagian yang tepat dari ilmu sosiolinguistik dan oleh yang lainnya menjadi
daerah yang terpisah dari pembelajaran bagi mereka sendiri. David Crystal dalam
bukunya “The Cambridge Encyclopedia of Language” menjelaskan bahwa “ilmu
sosiolinguistik” sebagai “pembelajaran hubungan antara bahasa dan
struktur-strukturnya dan dalam fungsi pada masyarakat” (p. 412). Yang dilupakan
dari topik di atas adalah bidang pembelajaran seperti “komunikasi etnografi”
dan “bahasa dan kebudayaan”, yang pada umumnya masih dipercaya menjadi bagian
dari antropologi, dan “sosiologi bahasa” dan “etnometodologi”, yang pada
dasarnya masih dipercaya menjadi bagian dari sosiologi. Ada sedikit departemen
ilmu linguistik yang menawarkan semua topik yang sudah disebutkan di atas
sebagai sepesialisasi dimana para siswa dapat mendapat pelatihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar