Stilistika Khotbah “Ajarku Bersyukur”
pada Renungan Harian Kristen Manna Sorgawi Edisi Februari 2011
A.
Pendahuluan
Setiap manusia
menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Selain itu, bahasa juga berfungsi
sebagai sarana penyampaian pesan dari pihak satu ke pihak yang lain. Setiap
orang memiliki kemampuan bahasa yang berbeda disebabkan berbagai faktor. Setiap
individu secara tidak langsung memiliki
dikotomi Noam Chomsky, yaitu kompetensi dan performansi yang berbeda. Kompetensi
kebahasaan tiap individu berbeda, karena perbedaan kompetensi ini tiap individu
tentu memiliki performansi tata bahasa yang berbeda. Hal ini juga berlaku pada
pembentukan artikulator tiap indvidu yang memengaruhi pelafalan dalam
berbicara. Begitu juga dengan jumlah perbendaharaan kata tiap individu yang
sangat berpengaruh terhadap pemilihan kata (diksi) baik dalam menulis maupun
berbicara.
Ditinjau dari
media penyampaiannya, ragam bahasa dapat dibagi menjadi dua, yaitu ragam lisan
dan ragam tulis. Ragam lisan meliputi ragam percakapan, ragam pidato, ragam kuliah, dan
ragam panggung, sedangkan ragam tulis meliputi ragam teknis, ragam
undang-undang, ragam catatan, dan ragam surat-menyurat. Ditinjau dari penggunaannya,
ragam bahasa dapat dipilah menjadi empat, yaitu (1) ragam baku
digunakan dalam khotbah keagamaan, naskah kesejarahan misalnya misalnya teks
Proklamasi, Piagam Jakarta, Sumpah Pemuda, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
dll. (2) ragam formal digunakan dalam situasi formal, misalnya pidato
kenegaraan, pidato kepala pemerintahan, sambutan resmi, dll., (3) ragam
semiformal digunakan dalam situasi yang semiformal. Situasi ini misalkan
dapat ditemukan dalam pengajaran yang menuntut aksi-reaksi dosen/guru dengan
mahasiswa/siswa. Dalam situasi pengajaran seorang dosen/guru kurang tepat jika
menggunakan ragam bahasa baku, dan (4) ragam santai digunakan
antarteman/saudara dalam situasi yang santai, akrab, hangat, antarteman, sesama
anggota keluarga, bukan dalam situasi yang formal.
Setiap manusia
dalam menggunakan bahasa dilandasi oleh kepentingan. Kepentingan yang paling
mendasar adalah untuk menyampaikan ide, gagasan, maksud, dan keinginannya. Stilistika
merupakan ilmu yang membahas tentang gaya, bukan hanya gaya dalam puisi dan prosa,
tetapi juga gaya dalam retorika serta satuan kebahasaan lain. Ada beberapa
wacana yang penting yang menentukan gaya penulis atau pembicara antara lain
narasi, deskripsi, persuasi, argumentasi dan eksposisi. Gaya bahasa dalah cara
tersendiri seseorang dalam menggunakan bahasa, bagaimana menggunakan kata-kata
yang pantas pada tempat yang tepat. Gaya bahasa dapat memberikan beberapa
kontribusi positif bagi efektivitas seorang pembicara. Suatu pesan yang
digayakan dapat ‘memperoleh perhatian’ yang lebih besar. Pada dasarnya, pesan
yang benar-benar digayakan menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa. Oleh karena
itu, unsur-unsur kejutan dan kebaruan selalu merupakan unsur-unsur gaya. Pesan
yang digayakan dapat menarik dan mempertahankan minat khalayak. Pesan yang
digayakan dapat mempertinggi ‘pengertian’ atau ‘pemahaman pesan’. Penggunaan
metafora atau tamsil dapat memudahkan pemahaman pesan. Gagasan yang rumit
mungkin dapat disampaikan dengan lebih jelas melalui bahasa kiasan. Pesan yang
digayakan dapat membantu ‘pengingatan’
suatu pesan. Penggunaan berbagai pola sintaksis atau kata kiasan dapat membantu
khalayak mengingat unsur penting dari pesan. Pesan yang digayakan dapat
meningkatkan daya tarik persuasif suatu pesan. Apabila perhatian diperoleh dan
dipertahankan, orang mungkin lebih memahami pesan sehingga kemungkinan besar orang
akan mengikuti dan mendukung pendapat kita.
Khotbah
merupakan salah satu jenis pidato yang menggunakan bahasa yang baku serta
berisi hal-hal keagamaan yang biasanya disampaikan oleh seorang pemuka agama. Khotbah
sekarang ini telah mengalami perkembangan, bukan hanya khotbah lisan tetapi
juga tertulis. Objek yang dikaji dalam makalah ini adalah khotbah tertulis yang
ada pada renungan harian Kristen. Hal yang mendasari objek tentang khotbah
tertulis ini dibahas, karena khotbah menggunakan gaya bahasa yang menarik yang
dapat mempengaruhi sikap, pemikiran bahkan perasaan seseorang tentang
kepercayaan terhadap Tuhan. Seorang pembawa khotbah akan mempengaruhi pesan
keagamaan yang disampaikan kepada pendengarnya. Oleh karena itu, pembawa
khotbah haruslah menggunakan gaya bahasa yang menarik sehingga pesan yang
disampaikannya dapat diterima dengan baik.
B.
Landasan
Teori
1.
Retorika
Retorika memegang peranan penting dalam
kegiatan berbicara. Menurut Aristoteles, retorika adalah ilmu yang mengajarkan
orang keterampilan menemukan secara persuasif dan objektif suatu kasus (Arsjad
dan Mukti, 1993:5). Tujuan retorika adalah meyakinkan pihak lain akan kebenaran
kasus yang dibicarakan. Keyakinan akan kebenaran kasus merupakan tujuan akhir.
Aristoteles mengemukakan 4 fungsi retorika yaitu :
1) menuntut
orang mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai kemungkinan memecahkan
suatu kasus;
2) membimbing
orang memahami kondisi kejiwaan penanggap tutur;
3) memimpin
orang menganalisis kasus secara sistematis objektif untuk menemukan secara
persuasif yang efektif utuk meyakinkan orang, dan
4) mengajarkan
cara-cara yang efektif untuk mempertahankan gagasan.
Pendapat
berbeda tentang retorika diungkapkan Djojosurot (2007:396), retorika atau
keterampilan berbicara atau seni berbicara adalah suatu usaha seseorang untuk
menyampaikan buah pikiran pada orang lain sehingga orang itu terpengaruh. Di
dalam menyampaikan pendapat atas proses berpikir atau pengalaman sehari-hari
dibutuhkan kemampuan berbahasa secara baik.
2.
Fungsi
Bahasa
Bahasa adalah alat verbal yang digunakan
untuk berkomunikasi. Bahasa juga merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya
merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang
sifatnya nonempiris. Menurut Djojosurot (2007:74), bahasa memiliki fungsi
antara lain :
-
Alat komunikasi ekspresif
-
Alat komunikasi argumentatif
-
Fungsi informasi
-
Fungsi eksplorai
-
Fungsi persuasi
-
Fungsi entertaimen
Secara
umum, baahsa mempunyai fungsi pokok yaitu kognitif, emotif, imperatif,
evaluatif, bertanya, performatif, magis, seremonial, ekspresif, dan seruan.
Menurut Halliday dalam Djojosurot (2007:76-77), bahasa memiliki fungsi yaitu :
-
The instrumental function (fungsi
instrumental),
-
The regulatory function (fungsi
regulasi),
-
The representational function (fungsi
pemberian),
-
The interactional function (fungsi
interaksi),
-
The personal function (fungsi personal),
-
The heuristic function (fungsi
heuristik),
-
The imagination function (fungsi
imajinatif).
3.
Gaya
Bahasa Repetisi
Menurut Pradopo (1993:93), gaya bahasa
ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timpul atau hidup
dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati
pembaca. Gaya bahasa yang ada pada khotbah yang dianalisis yaitu reetisi dan
perumpamaan, konsep kedua gaya ini dipaparkan berikut.
Menurut Sumarlam (2009:35), repetisi
adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat)
yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Pendapat ini hampir mirip dengan pendapat Djajasudarma (1994:73), yang
mengatakan bahwa pengulangan merupakan salah satu kohesi leksikal yang dapat
terjadi melalui diksi (pilihan kata) yang memiliki hubungan tertentu dengan
kata yang digunakan terdahulu.
4.
Pengacuan
Persona
Menurut Sumarlam (2009:23), pengacuan
atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan
lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang
mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di
dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis yaitu
: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada
atau terdapat di dalam teks wacana itu,
dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks
wacana.
C.
Pembahasan
Bahasa memainkan peranan penting dalam
hidup kita. Bahasa mempunyai pengaruh yang luar biasa, dan termasuk dari apa
yang membedakan manusia dari binatang. Setiap manusia sekarang ini telah
memiliki kepercayaannya, baik kepercayaan kepada Tuhan maupun kepada hal lain
berkaitan dengan kebiasaan atau budayanya. Berbagai persoalan manusia serta
peningkatan kebutuhan yang semakin sulit memungkinkan manusia tertekan dan
menyebabkan terjadinya banyak masalah. Khotbah merupakan salah satu sarana yang
sering menjadi tempat memperoleh jalan keluar setiap orang dalam hidup.
Khotbah biasa berisi hal-hal yang
memungkinkan dapat membantu dan memotivasi setiap orang untuk bangkit dan
mengatasi semua persoalan. Saat mendengarkan khotbah orang selalu merasa
dikuatkan. Gaya bahasa yang memotivasi dan menyemangati penyimak khotbah
memungkinkan peran yang disampaikan dapat diterima dan diikuti oleh orang yang
mengikuti khotbah tersebut. Kutipan tentang khotbah yang berjudul ‘Ajarku
Bersyukur’ dikutip berikut ini.
(1 Tesalonika 5:18)
“Mengucap
syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam
Kristus Yesus bagi kamu.”
Berdasarkan
kutipan di atas, khotbah ini memulai dengan sebuah landasan atau pijakan yaitu
pengkhotbah mengambil dari ayat Alkitab menjadi ayat patokan. Ayat yang
dijadikan landasan terdapat 1 Tesalonika 5:18 “Mengucap syukurlah dalam
segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi
kamu.”. Dengan berpijak pada ayat ini, isi khotbah akan dianggap
sebagai khotbah yang benar dan tidak menyimpang dari nilai keagamaan yang
sebenarnya. Pengutipan ayat sebagai penguatan isi khotbah memungkinkan penyimak
lebih percaya bahwa isi pesan berasal dari Tuhan atau alkitabiah. Pemakaian
kutipan ayat ini merupakan langkah awal pengkhotbah untuk memaparkan lebih jauh
tentang pesan khotbahnya.
Aku bersyukur untuk ruang makan yang kotor sesudah menjamu teman-temanku, karena itu berarti aku dikelilingi banyak orang yang
mengasihiku. Aku bersyukur untuk pajak yang harus kubayar, karena itu berarti aku
mempunyai penghasilan. Aku bersyukur
untuk pakaian yang mulai sempit, karena itu berarti aku mempunyai makanan yang cukup. Aku bersyukur untuk halaman rumput yang harus dipangkas, jendela
yang harus dibersihkan, dan selokan yang tersumbat, karena itu berarti aku memiliki rumah. Aku bersyukur untuk keringat yang
bercucuran setelah berjalan cukup jauh, karena itu berarti aku masih mampu berjalan. Aku
bersyukur untuk suara fals seseorang yang terdengar dengan jelas ketika
sedang bernyanyi di gereja, karena itu berarti aku memiliki pendengaran yang baik. Aku bersyukur untuk alarm yang membangunkanku pada waktu subuh, karena berarti Tuhan masih memberikuku kehidupan. Aku bersyukur untuk otot yang pegal-pegal di sore hari setelah
bekerja, karena itu berarti aku
masih produktif.
Berdasarkan
kutipan di atas, terdapat 2 hal penting yaitu (1) penggunaan kohesi gramatikal
berupa referensi pronomina persona pertama tunggal dan bebas yaitu aku dan –ku, (2) penggunaan repetisi kata dan repetisi bagian kalimat. Pada
paragraf pertama itu ditemukan referensi referensi pronomina persona pertama
tunggal bebas dan terikat (aku/-ku) yang berjumlah 20 buah. Penggunaan refensi
ini mengacu kepada pembicara atau pengkhotbah sendiri yang berada di luar teks.
Pengkhotbah menggunakan kata-kata ini dengan tujuan bahwa khotbahnya memulai
darinya sendiri dan tidak bermaksud menggurui. Penggunaan gaya ini juga
menunjukkan bahwa sang pengkhotbah telah mempraktekan hal yang disampaikannya
yaitu berkaitan dengan ‘bersyukur’. Pengkhotbah berharap bahwa penyimak dapat
mengikuti teladannya dengan mengucap syukur selalu dalam hidupnya apapun yang
terjadi. Pada analisis sastra, sudut pandang aku adalah orang pertama yang tahu segalanya. Sehingga, dalam
khotbah ini secara tidak langsung pengkhotbah telah mengalaminya sebelum
menyampaikan maksud khotbahnya.
Hal
yang dikaji selanjutnya berkaitan dengan repetisi. Repetisi berhubungan dengan
pembahasan sebelumnya yaitu berkaitan dengan referensi ‘aku’ yang diulang-ulang
pada setiap kalimat. Repetisi ‘aku’ yang
diulang pada setiap kalimat termasuk repetisi epizeuksis. Repetisi ini ialah
pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara
berturut-turut. Pada setiap kalimat, ditemukan repetisi ‘aku’ yang diulang 2-4
kali pada setiap kalimat. Repetisi yang lain yang ditemukan pada paragraf
pertama khotbah ini ialah pengulangan bagian kalimat berupa klausa. Klausa yang
diulang dalam setiap awal kalimat adalah klausa ‘aku bersyukur’. Repetisi yang
terjadi pada awal kalimat yang diulang pada kalimat berikutnya disebut repetisi
anafora. Pengulangan klausa ‘aku bersyukur’ pada setiap awal kalimat paragraf
pertama ini menunjukan bahwa hal bersyukur sangat penting dan harus dilakukan.
Hal bersyukur merupakan inti pada paragraf pertama khotbah ini. Hal bersyukur
ini disampaikan dalam bahasa yang sebenarnya sesuai dengan kenyataan dan
didukung oleh kata-kata yang nyata tanpa ditutup-tutupi, sehingga penyimak dapat
langsung memahami pesan tersebut. Repetisi pada paragraf pertama ini didukung
oleh gaya bahasa perumpamaan yang nampak pada paragraf tersebut misalnya : ruang
makan yang kotor karena menjamu teman, pajak yang harus dibayar, pakaian yang
sempit, halaman rumput yang harus dipangkas, keringat yang bercucuran karena
berjalan jauh, dll. Contoh dengan gaya perumpamaan tentang cara bersyukur ini
membantu pemahaman penyimak tentang pesan khotbah.
Paragraf
pertama khotbah tersebut berhubungan dengan paragraf kedua berikut ini.
Makna dari
kalimat-kalimat di atas, yaitu : dibalik
segala sesuatu yang kelihatannya tidak menyenangkan, selalu ada hal-hal baik
yang patut disyukuri. Firman Tuhan mengajarkan kepada kita untuk bersyukur
dalam segala hal. “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang
dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tesalonika 5:18).
Ketika menghadapi keadaan yang tidak menyebangkan, orang selalu cenderung untuk
mengeluh dan tidak puas. Bahkan tidak hanya sebatas mengeluh, ada juga yang
mulai menyalahkan situasi, orang lain, atau Tuhan. Sekarang marilah kita mengubah kebiasaan itu dan
menggantikannya dengan ucapan syukur. Tanpa disadari, kita selalu membiarkan
diri kita untuk mengeluh tentang banyak hal. Pekerjaan menumpuk, cuaca,
kelemahan sesama termasuk pasangan, uang yang tidak pernah cukup, makanan yang
tidak sesuai selera, dll.
Berdasarkan
kutipan di atas, paragraf 2 ini merupakan kelanjutan dari paragraf sebelumnya.
Gaya bahasa mengupamakan dirinya sebagai orang yang bersyukur yang ditemukan
pada paragraf pertama dijelaskan maknanya pada paragraf 2. Contoh perumpaman
sebelumnya diartikan oleh pengkhotbah bahwa “dibalik segala sesuatu yang
kelihatannya tidak menyenangkan, selalu ada hal-hal baik yang patut disyukuri”.
Pernyataan ini merupakan makna sebenarnya (denotatif) dari
perumpaman-perumpamaan pada paragraf 1. Selain itu, pada kutipan di atas,
pengkhotbah menunjukan realitas yang sering ditemukan dalam diri setiap orang
yaitu ketika menghadapi keadaan yang
tidak menyebangkan, orang selalu cenderung untuk mengeluh dan tidak puas.
Bahkan tidak hanya sebatas mengeluh, ada juga yang mulai menyalahkan situasi,
orang lain, atau Tuhan. Juga yang sering dan banyak dialami yaitu tanpa disadari, kita selalu membiarkan diri
kita untuk mengeluh tentang banyak hal. Pekerjaan menumpuk, cuaca, kelemahan
sesama termasuk pasangan, uang yang tidak pernah cukup, makanan yang tidak
sesuai selera, dll. Hal-hal ini merupakan gaya realistis pengkhotbah yang
sudah sering melihat dan mungkin pernah mengalami kondisi ini. Namun, ada gaya
bahasa ajakan yang bertujuan persuasif yaitu ingin mempengaruhi dan meyakinkan
penyimak untuk mau bersyukur yaitu pad kalimat sekarang marilah kita
mengubah kebiasaan itu dan menggantikannya dengan ucapan syukur. Kalimat
ini menggunakan gaya ajakan dengan menggunakan kata ‘marilah’ yang berpengaruh
dalam pikiran kita untuk ikut dan mengubah sikap. Kata ‘marilah’ mempunyai daya
persusif yang berguna dan bermanfaat bagi penyimat khotbah ini.
Paragraf
3 khotbah ini berkaitan dengan gaya argumentasi dari pengkhotbah yang
memberikan bukti tentang bagaimana bersyukur dan manfaat yang diperoleh dari
melakukan hal tersebut. Berikut kutipan paragraf 2 tersebut,
Sebenarnya,
kebiasaan mengucap syukur akan
membangun sesuatu yang positif dalam diri kita. Bersyukur membuat kita bisa
menghadapi situasi yang sulit dengan tenang, bisa menyelesaikan pekerjaan
dengan baik, membuat beban menjadi ringan, dan hati tidak kehilangan damai
sejahtera. Amsal 17:22 berkata, “Hati yang gembira adalah obat yang manjur,
tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.” Kegembiraan lahir dari hati yang
bisa mengucap syukur. Jika kita bersyukur, maka hati kita akan gembira.
Berdasarkan
kutipan di atas, gaya argumentasi pengkhotbah sangat nampak yaitu menggunakan
kata ‘sebenarnya’ serta memakai gaya sebab
akibat misalnya : Bersyukur membuat kita
bisa menghadapi situasi yang sulit dengan tenang, bisa menyelesaikan pekerjaan
dengan baik, membuat beban menjadi ringan, dan hati tidak kehilangan damai
sejahtera. Gaya ini memang tidak terlalu jelas tetapi pada kalimat terakhir
paragraf ini yaitu Jika kita bersyukur,
maka hati kita akan gembira, merupakan kalimat sebab akibat yang nyata.
Penggunaan gaya sebab akibat ini bertujuan bahwa penyimak dapat mulai bersyukur
dan pasti akan berakibat yang baik yaitu hati menjadi gembira. Hal inilah yang
merupakan pesan pengkhotbah. Paragraf 4 adalah paragraf terakhir yang biasanya
merupakan kesimpulan. Berikut kutipannya.
Mulai saat ini, berusahalah menemukan alasan untuk mengucap syukur di balik keadaan yang
sepertinya tidak menyenangkan. Ucapan
syukur juga merupakan wujud ketaatan dan keyakinan kita kepada Tuhan yang
mengontrol segala sesuatunya dalam hidup kita. Tuhan tidak akan membiarkan kita
menjalani kesulitan seorang diri, Ia berjanji bahwa dalam segala hal Ia turut
bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Biarlah kita mulai mengembangkan kebiasaan untuk mengucap syukur dalam segala hal.
Pada
kutipan paragraf 4 di atas, nampak bahwa kalimat-kalimat ini mengandung makna
persuasif dan ajakan serta harapan yang merupakan kesimpulan dari khotbah yang
dianalisis ini. Kata ‘berusahalah’ dan ‘biarlah’ adalah kata yang mengandung
ajakan melakukan sesuatu yang berpengaruh dalam diri setiap penyimak. Paragraf
ini juga mengulang frasa ‘mengucap syukur’yang diulang 3 kali yang intinya
menekan pentingnya setiap orang untuk selalu mengucapkan syukur kepada Tuhan,
apapun yang dialami. Gaya repetisi serta persuasif digunakan pengkhotbah dalam
khotbah ini agar mengubah kebiasaan penyimak yang tidak pernah beryukur menjadi
orang yang selalu bersyukur kepada Tuhan.
D.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan sebelumnya, disimpulkan beberapa hal berikut.
1. Khotbah
berisi hal-hal yang membangun dan memotivasi penyimak, dengan menggunakan
landasan yaitu ayat Alkitab sehingga dianggap benar dan dapat diterima dan
diikuti.
2. Khotbah
menggunakan kohesi gramatikal berupa referensi pronomina persona I tunggal dan
jamak yaitu aku dan –ku, yang bertujuan bukan untuk menggurui tetapi memulai
dari pengkhotbah itu sendiri.
3. Pengkhotbah
juga menggunakan repetisi ‘aku’ yang disebut repetisi epizeuksis, dan repetisi
anafora yaitu aku bersyukur.
4. Khotbah
menggunakan gaya bahasa perumpamaan yang mengumpamakan diri pengkhotbah itu
sendiri sebagai bentuk kesaksian sehingga khotbahnya dapat diterima dengan baik
oleh pendengar.
5. Khotbah
secara langsung selalu menggunakan gaya bahasa persuasif dan argumentasi
misalnya menggunakan kata ajakan ‘berusahalah’ dan ‘biarlah’, yang biasanya
berada pada bagian penutup khotbah yang bertujuan mengajak untuk melakukan
seperti yang disampaikan dalam khotbah.
E.
Daftar
Pustaka
Arsyad
dan Mukti. 1993. Pembinaan Kemampuan
Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Bloomfield,
Leonard. 1995. Language. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Darma,
Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung : Yrama
Widya.
Djajasudarma,
Fatimah. 1994. Wacana : Pemahaman dan
Hubungan Antarunsur. Bandung : PT. Eresco.
Kridalaksana,
H. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kushartanti,
Yuwono & Lauder. 2009. Pesona Bahasa
: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo,
R.D. 1993. Pengkajian Puisi : Analisis
Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2009. Stilistika : Kajian
Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Subagyo,
A.P. & Macaryus, S. 2009. Peneroka
Hakikat Bahasa :Karangan Muhibah untuk Sudaryanto. Yogyakarta : Universitas
Sanata Dharma.
Sudaryat,
Yayat. 2008. Makna dalam Wacana :
Prinsip-Prinsip Semantik dan Pragmatik. Bandung : Yrama Widya.
Sumarlam.
2009. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta
: Pustaka Cakra.
Titscher,
S., etc. 2009. Metode Analisis Teks dan
Wacana. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Unarto,
Erich. 2011. Ajarku Bersyukur Manna
Sorgawi Edisi Februari 2011. Jakarta : YPI Kawanan Kecil Divisi Renungan
Harian.
Wahab,
Abdul. 1995. Isu Linguistik : Pengajaran
Bahasa dan Sastra. Surabaya : Airlangga University Press.
Lampiran
AJARKU BERSYUKUR
(1 Tesalonika 5:18)
“Mengucap
syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam
Kristus Yesus bagi kamu.”
Aku
bersyukur untuk ruang makan yang kotor sesudah menjamu teman-temanku, karena
itu berarti aku dikelilingi banyak orang yang mengasihiku. Aku bersyukur untuk
pajak yang harus kubayar, karena itu berarti aku mempunyai penghasilan. Aku
bersyukur untuk pakaian yang mulai sempit, karena itu berarti aku mempunyai
makanan yang cukup. Aku bersyukur untuk halaman rumput yang harus dipangkas,
jendela yang harus dibersihkan, dan selokan yang tersumbat, karena itu berarti
aku memiliki rumah. Aku bersyukur untuk keringat yang bercucuran setelah
berjalan cukup jauh, karena itu berarti aku masih mampu berjalan. Aku bersyukur
untuk suara fals seseorang yang terdengar dengan jelas ketika sedang bernyanyi
di gereja, karena itu berarti aku memiliki pendengaran yang baik. Aku bersyukur
untuk alarm yang membangunkanku pada waktu subuh, karena berarti Tuhan masih
memberikuku kehidupan. Aku bersyukur untuk otot yang pegal-pegal di sore hari
setelah bekerja, karena itu berarti aku masih produktif.
Makna
dari kalimat-kalimat di atas, yaitu : dibalik segala sesuatu yang kelihatannya
tidak menyenangkan, selalu ada hal-hal baik yang patut disyukuri. Firman Tuhan
mengajarkan kepada kita untuk bersyukur dalam segala hal. “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki
Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tesalonika 5:18). Ketika
menghadapi keadaan yang tidak menyebangkan, orang selalu cenderung untuk
mengeluh dan tidak puas. Bahkan tidak hanya sebatas mengeluh, ada juga yang
mulai menyalahkan situasi, orang lain, atau Tuhan. Sekarang marilah kita
mengubah kebiasaan itu dan menggantikannya dengan ucapan syukur. Tanpa
disadari, kita selalu membiarkan diri kita untuk mengeluh tentang banyak hal.
Pekerjaan menumpuk, cuaca, kelemahan sesama termasuk pasangan, uang yang tidak
pernah cukup, makanan yang tidak sesuai selera, dll.
Sebenarnya,
kebiasaan mengucap syukur akan membangun sesuatu yang positif dalam diri kita.
Bersyukur membuat ktia bisa menghadapi situasi yang sulit dengan tenang, bisa
menyelesaikan pekerjaan dengan baik, membuat beban menjadi ringan, dan hati
tidak kehilangan damai sejahtera. Amsal 17:22 berkata, “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah
mengeringkan tulang.” Kegembiraan lahir dari hati yang bisa mengucap
syukur. Jika kita bersyukur, maka hati kita akan gembira.
Mulai
saat ini, berusahalah menemukan alasan untuk mengucap syukur di balik keadaan
yang sepertinya tidak menyenangkan. Ucapan syukur juga merupakan wujud ketaatan
dan keyakinan kita kepada Tuhan yang mengontrol segala sesuatunya dalam hidup
kita. Tuhan tidak akan membiarkan kita menjalani kesulitan seorang diri, Ia
berjanji bahwa dalam segala hal Ia turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan
bagi kita. Biarlah kita mulai mengembangkan kebiasaan untuk mengucap syukur
dalam segala hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar