Kamis, 10 Februari 2011

Sistem Makian Masyarakat Jayapura



A.  Bentuk-Bentuk Makian dalam Bahasa Indonesia Dialek Jayapura
Bentuk-bentuk makian BI dialek Jayapura berdistribusi menduduki klausa bukan inti dan berdistribusi mendahului klausa inti seperti contoh (1) s.d. (5), tetapi ada juga yang berdistribusi mengikuti klausa inti seperti (6) dan (7).
(1) Babingung, ko mo kemana.
(2) Bingung, ko tra bisa bedakan itukah.
(3) Gila, ko hebat sekali.
(4) Anjing, ko mo dapat pukulkah.
(5) Brengsek, ko mo lari ke mana.
(6) Mau kemana, bego.
(7) Mau sa pukul lagikah, bangsat.
Bentuk-bentuk makian secara formal ada 3 jenis yaitu makian berbentuk kata, frase dan klausa seperti diuraikan berikut ini.
1.      Makian berbentuk kata
Makian berbentuk kata dibagi dua jenis yaitu makian berbentuk kata dasar dan makian berbentuk kata jadian. Makian berbentuk kata dasar adalah makian yang berbentuk kata-kata monomorfemik misalnya anjing, babi, swanggi yang terdapat dalam kalimat di bawah ini.
(8) Babi, ko tra bisa lihat-lihatkah.
(9) Anjing, ko baru datang sekarangkah.
(10) Swanggi, ko tra tahukah kalo itu orang pu suami.
Makian berbentuk kata jadian adalah makian yang berupa kata-kata polimorfemik. Makian polimorfemik dibedakan menjadi dua jenis yaitu makian berafiks, makian bentuk majemuk. Makian berbentuk berafiks misalnya pelanggaran, babingung, pamalas. Sedangkan makin berbentuk majemuk misalnya cuki mai, swanggi terbang, dan hidung belang.
(11) Pelanggaran, kenapa de tra datang.
(12) Babingung, kenapa ko diam.
(13) Pamalas, ko dari mana saja.
(14) Cuki mai, dari mana ko dapat uang sebanyak itu?
(15) Swanggi terbang, ko tra tahu malukah.
(16) hidung belang, tra bisa lihat perempuankah.

2.      Makian berbentuk frase
Makian berbentuk frase dalam bahasa Indonesia dialek Jayapura biasanya dasar plus makian misalnya dasar gila, dasar bangsat, dasar abo. Kata dasar dapat melekat dengan berbagai makian dengan bermacam-macam referensi, seperti binatang (dasar babi, dasar anjing, dan sebagainya), profesi (dasar kaliabo, dasar lonte, dan sebagainya), benda (dasar biji, dasar bangkai, dan sebagainya), keadaan (dasar gila, dasar bingung, dan sebagainya), dan mahluk halus (dasar swanggi, dasar setan, dan sebagainya). Pemakaian makian berbentuk frase dicontohkan berikut.
(17) Dasar babi, ko makan terlalu banyak.
(18) Dasar anjing, tra bisa dengar orang tuakah?
(19) Dasar kaliabo, kenapa belum pulang.
(20) Dasar lonte, ko pu tingkah laku susah diatur.
(21) Dasar biji, kali ini sa yang tatipu.
(22) Dasar bangkai, sifatmu tak pernah berubah.
(23) Dasar gila, masa ko jalan ma dia.
(24) Dasar bingung, sudah sa jelaskan tak mengerti juga.
(25) Dasar swanggi, tak bisa tunggu orang di mobilkah.
(26) Dasar setan, ko tahan ko pu lidah tuh.

Berdasarkan kategori makian bahasa Indonesia dialek Jayapura digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu makian berkategori nomina atau frase nomina seperti tai, swanggi, biawak, bangkai, dan sebagainya. Makian berkategori verba misalnya mati, hantam, babingung, sedangkan makian berkategori adjektiva misalnya gila, sinting, bodok, dll.

3.      Makian berbentuk klausa
Makian Bahasa Indonesia dialek Jayapura yang berbentuk klausa dibentuk dengan menambahkan pronomina di awal kata makian seperti ko gila, ko swanggi terbang, de sinting, dan sebagainya. Berikut contohnya.
(27) Ko gila, masa ko tak bisa dengan torang.
(28) Ko swanggi terbang, bikin orang pu anak kayak gitu.
(29) De sinting, tak pernah pikir tong smua.

B.     Referensi Makian Bahasa Indonesia Dialek Jayapura
Makian dalam bahasa Indonesia Dialek Jayapura rata terdiri dari kata-kata yang memiliki referensial. Kata-kata yang memiliki referensi adalah kata-kata yang memiliki potensi untuk mengisi fungsi-fungsi sintaktik kalimat, seperti nomina, verba, adjektiva, dan sebagainya, sehingga lazim disebut kata utama. Dilihat dari referensinya bahasa Indonesia dialek Jayapura digolongkan menjadi bermacam-macam yakni keadaan, binatang, mahluk halus, benda-benda, bagian tubuh, dan profesi. Pemakaian referensinya dibahas berikut.
1.      Keadaan
Kata-kata yang menunjuk keadaan yang tidak menyenangkan merupakan satuan lingual yang paling umum dimanfaatkan untuk mengungkapkan makian. Ada tiga hal yang dihubungkan dengan keadaan yang tidak menyenangkan ini, yaitu keadaan mental seperti gila, sinting, bodok, keadaan yang tidak direstui Tuhan atau agama seperti terkutuk, kafir, dsb., dan keadaan yang berhubungan dengan peristiwa yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang seperti mati, sialan, mampus, dan sebagainya. Selain itu, ada beberapa kata makian yang diguunakan untuk mengekspresikan keterkejutan, keheranan, atau kekaguman, dan sebagainya. Kata-kata yang menyatakan keadaan misalnya gila, brengsek, astaga dan sebagainya seperti contoh berikut.
(30) Gila, sa pikir de datang ternyata tidak.
(31) Celaka, kok de yang datang?
(33) Astaga, ko dapat ini dari mana?

2.      Binatang
Pada bagian kata makian yang menyatakan keadaan sebelumnya, adjektiva-adjektiva digunakan untuk mengekspresikan  makian secara langsung mengacu sifat-sifat individu yang dijadikan sasarannya, satuan-satuan lingual yang referensinya binatang pemakaiannya bersifat metaforis. Artinya, hanya sifat-sifat tertentu dari binatang itulah yang memiliki kemiripan atau kesamaan dengan individu atau keadaan yang dijadikan sasaran makian. Tidak semua nama binatang dapat digunakan untuk sarana memaki dalam bahasa. Binatang-binatang yang digunakan sebagai kata-kata makian dalam bahasa Indonesia dialek Jayapura biasanya memiliki sifat tertentu. Sifat itu adalah menjijikkan seperti anjing dan babi, mengganggu (bangsat), menyakiti (lintah darat), senang mencari pasangan (buaya dan bandot), Biawak (menakutkan, menggigit). Bila digunakan sebagai makian, sifat-sifat binantang itu diterapkan pada manusia. Kata buaya dan bandot hanya ditunjukkan kepada laki-laki. Penggunaannya dalam kalimat dicontohkan berikut.
(34) Ko Anjing, sa cari-cari ko malah bajalan.
(35) Dasar buaya, ko jalan deng perempuan siapa lagi.
Selain itu ada kata ragam nonformal yang digunakan sehubungan dengan keburukan muka referensinya yaitu monyet. Seperti contoh berikut :
(36) Monyet, ko berani buat begitukah?
Bentuk formalnya kera tidak pernah dipergunakan. Hal ini terbukti dengan tidak mungkinnya dimodifikasi dengan kata kera, seperti contoh berikut :
(37) Kera, ko berani buat begitukah?

3.      Mahluk Halus
Dari data yang ada ada beberapa kata yang berkategori makhluk halus yang sering digunakan dalam makian misalnya setan, iblis, dan swanggi. Semuanya adalah mahluk yang sering mengganggu manusia, seperti contoh berikut.
(38) Setan, ko betul-betul tra tahu diri.
(39) Iblis, kenapa pukul orang sampe begitu?
(40) Swanggi, ko baru pulang dari mana?

4.      Benda-benda
Hampir sama dengan nama binatang dan mahluk halus, nama-nama benda yang lazim digunakan untuk memaki juga berkaitan dengan keburukan referennya seperti bau, kotor, usang, dan sebagainya contohnya : bangkai, tai, gombal, dll. Perhatikan contoh kalimat berikut :
(41) Bangkai nih, ko tra tahu malu.
(42) Tai, sa tidak percaya ko sekarang.
(43) Dasar gombal, dari tadi tinggal putar-putar kata.

5.      Bagian Tubuh
Anggota tubuh yang lazim digunakan untuk mengekspresikan makian adalah anggota tubuh yang erat kaitannya dengan aktivitas seksual karena aktivitas ini sangat personal, dan dilarang dibicarakan secara terbuka kecuali dalam forum-forum tertentu. Yang sering dipakai misalnya cuki mai, virai, onti, dll. Berikut contohnya :
(44) Cuki mai, sa sial hari ini.
(45) Virai seh, tra bisa tahan dirikah?
Frase lain yang sering dipakai secara figuratif misalnya hidung belang, mata manyala, dll, seperti contoh dalam kalimat berikut :
(46) Dasar hidung belang, sa saja tra cukupkah?
(47) Dasar urat malu su putus, tra pernah mau dengar.

6.      Profesi
Profesi seseorang terutama profesi rendah dan yang diharamkan oleh agama sering digunakan pemakai bahasa untuk mengumpat dan mengeskpresikan rasa jengkelnya. Profesi ini misalnya : maling, pencuri, lonte, kaliabo, abo, dan sebagainya. Berikut contohnya dalam kalimat.
(48) Dasar maling, su tahu orang punya masih mau ambil juga.
(49) Kaliabo, kenapa seharian baru pulang?
Di samping itu, ada pula profesi dan kebiasaan buruk yang sering dimetaforakan dengan perbandingan binatang-binatang tertentu seperti buaya darat, hidung belang, dan lindah darat, dan sebagainya.

C.    Kesimpulan
Bahasa merupakan sarana pengungkap perasaan. Bentuk makian adalah sarana kabahasaan yang dibutuhkan oleh para penutur untuk mengekspresikan ketidaksenangan dan mereaksi berbagai fenomena yang menimbulkan perasaan seperti itu. Yang belum dibahas dalam tulisan ini adalah penggunaan makian sesuai kelas-kelas sosial, jenis kelamin, serta berbagai wacana lain yang memungkinkan adanya penelitian lain dari peneliti lain. Oleh karena itu, dari pembahasan sebelum disimpulkan beberapa hal berikut.
1.      Bentuk makian dalam bahasa Indonesia dialek Jayapura secara formal ada 3 yaitu berbentuk kata contohnya : Babi, Anjing, Swanggi, dll, berbentuk frase contohnya : dasar babi, dasar biji, dasar gila, dll, dan berbentuk klausa misalnya : de sinting, ko swanggi terbang, ko gila, dan lain-lain.
2.      Bentuk makian dalam bahasa Indonesia dialek Jayapura rata-rata terdiri dari kata-kata yang memiliki referensial, referensi kata makian itu antara lain keadaan (gila, sinting, lola), binatang (anjing, babi, biawak, dll), mahluk halus (setan, iblis, swanggi, dll), benda-benda (tai, bangkai, parut, dll), bagian tubuh (cuki mai, hidung belang, virai), dan profesi (copet, abo, kaliabo, dll).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar