Selasa, 03 November 2015

Konteks dalam Pragmatik



A.  Pendahuluan
Pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konteks. Konteks dan pragmatik ibarat ikan dengan air. Ikan tidak dapat hidup tanpa air, sebaliknya fungsi air tidak terlalu sempurna jika tidak ada ikan-ikan berenang dan hidup di dalamnnya. Itu berarti jika yang dibicarakan adalah pragmatik mau tak mau harus diicarakan pula konteks atau sebaliknya. Pada dasarnya seorang peneliti bahasa dapat mengkaji bahasa dari bentuknya saja. Misalnya, ia meneliti sebuah bahasa dari segi fonologinya saja; atau dari segi morfologi, sintaksis, dan semantiknya; atau keempat aspek tersebut diteliti semua. Hasil penelitian itu hanyalah berupa bentuk gramatikalnya. Jika penelitian itu diterapkan dalam penggunaan bahasa sehari-hari, penjelasan atau pendeskripsian kurang memadai seperti contoh berikut ini.
(1)   Ibu   : Airnya sudah masak, Mbak?
Anak            : Kopi atau teh Bu?
(2)   Ali dimainkan bola
Contoh pada tuturan (1) di atas jika diteliti dari bentuk saja, hasilnya menjadi kurang jelas atau taksa. Ketaksaan ini terjadi karena tuturan anak seharusnya berupa jawaban, namun yang muncul adalah pertanyaan. Jawaban yang seharunya dikatakan si anak misalnya Ya Bu, kompornya saya matikan. Contoh tuturan (2), Ali sebagai subjek kalimat tidak seharunya dimainkan bola. Kalimat yang benar untuk memperbaiki itu adalah bola dimainkan oleh Ali. Dari kedua contoh ini, pemakaian bahasa sehari-hari sangat dipengaruhi oleh konteks. Dengan demikian konteks akan mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh penutur.
Konteks mulai berkembang pada tahun-tahun 1970-an. Para linguis mulai menyadari pentingnya konteks dalam menafsirkan kalimat. Untuk mengenal konteks ada baiknya terlebih kita mulai dengan batasan pragmatik. Hal ini dianggap perlu karena memang pragmatik itu tak dapat dipisahkan dengan konteks. Selain itu juga, konteks sangat mempengaruhi bentuk bahasa yang digunakan oleh penutur.
Batasan defenisi pragmatik yang pertama menurut Levinson (1983:21) yang menyatakan bahwa Pragmatics is the study of the relations between language and context that are basic to an account of language understanding.‘Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar pertimbangan untuk memahami bahasa.’ Dari batasan di atas jelas sekali bahwa pragmatik itu memang harus mengkaji bahasa dan konteks secara bersamaan (tidak dapat dipisahkan), untuk memahami makna secara utuh. Kalau ada pertanyaan ‘bagaimana jika dalam kajian pragmatik itu, konteks diabaikan saja?’ Jawabnya tentu tidak boleh, karena kalau itu dilakukan, berarti kajian tersebut sudah tidak dapat lagi disebut kajian pragmatik, melainkan kajian bahasa secara struktural, bukan secara pragmatis.
Kiranya batasan itu cukup menjadi pengantar kepada pembahasan lebih lanjut mengenai konteks. Agar jelas apa yang dimaksudkan dengan konteks, berikut dikemukakan beberapa pendapat yang dikutip dari beberapa sumber yang berbeda.
Konteks dalam (sebuah wacana) pragmatik pada dasarnya merupakan ciri ekstralingual yang tidak boleh dianggap remeh, karena ia dapat melengkapi makna sebuah wacana tutur, maupun tulis.
Perhatikan wacana dialog berikut :
Profesor           : berapa semalam Mba’?
Mba’                 : Rp350.000,00 Pak, tapi dijamin Bapak pasti puas.

Dialog di atas konteks fisiknya tidak jelas di mana, karena itu dialog tersebut tidak dapat memberikan informasi yang cukup bagi pembaca, tapi yang pasti keduanya telah paham maksud pertanyaan dan jawaban yang ada. Kesalingpahaman di antara mereka, disebabkan mereka berdua berada dalam konsks fisik yang sama. Karena itu baik pertanyaan maupun jawaban tidak perlu berpanjang-panjang karena mereka sudah saling paham, meskipun hanya dengan pertanyaan dan jawaban yang secara lingual dianggap tidak memadai. Konteks fisiknya, sang Profesor akan mengikuti seminar, berada di depan resepsionis sebuah hotel dan Mba’ itu adalah sang resepsionis. Jadi, dapat dipastikan, bahwa sesuatu yang ditanyakan itu adalah kamar, dan sesuatu yang berharga Rp.350.000,00 itu adalah harga kamar, tetapi seandainya yang bertanya itu seorang anak muda, dan pertanyaan itu ditanyakan di tempat prostitusi misalnya, maka dapat dipastikan makna dari dialog di atas akan menjadi lain. Itulah salah satu penyebab konteks menjadi begitu penting untuk dilibatkan dalam sebuah tuturan, Monica Crabtree dan Joice Powers (ed., 1991:223) pada salah satu tulisan yang berjudul : Pragmatics : Meaning and Context dalam The Language Files menegaskan, to fully understand the meaning of a sentence, we must also understand the context in which it was uttered. “untuk memahami sepenuhnya arti dari sebuah kalimat, kita juga harus memahami konteks di mana konteks itu diucapkan. Pernyataan yang hampir sama dengan itu disampakan oleh Johns (1997) dalam Safnil (2000) Dia menjelaskan, bahwa: Context refers not only to the linguistic environment where a text exists, such as a textbook, novel or a journal, but also to nonlinguistic or non-textual elements that contribute to the situations in which the production and comprehension of the text are accomplished. ‘Konteks tidak hanya mengacu kepada lingkungan linguistik di mana sebuah teks berada, misalnya buku pelajaran, novel atau jurnal, tetapi juga untuk nonlinguistik atau elemen-elemen nontekstual yang berkontribusi pada situasi di mana produksi dan pemahaman teks seseorang dilakukan’. 
Huang, (2007:13) dalam bukunya yang berjudul, Pragmatics, dengan nada yang agak ragu-ragu mengatakan, Context is one of those notions which is used very widely in the linguistics literature, but to which is difficult to give a precise definition. “Konteks adalah salah satu istilah yang digunakan secara luas dalam literatur linguistik, tetapi sulit untuk memberikan definisi yang tepat. Selain itu, Jacob L. Mey (1993:38) dalam bukunya yang berjudul, Pragmatics an Introduction mendefinisikan konteks : the surroundings, in the widest sense that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expressions of their interaction intelligible. ‘(konteks) adalah situasi lingkungan, dalam arti luas yang memungkinkan para peserta (partisipan) untuk berinteraksi dalam proses komunikasi, dan membuat ekspresi linguistik mereka dalam berinteraksi dapat dipahami.’
Meinhof dan Richardson (1994) mendefinisikan konteks sebagai berikut : Context can mean anything from a global social structure to immediate social situation or to the immediate textual environment of a text. ‘Konteks bisa berarti apa saja yang ada dari struktur sosial secara keseluruhan, baik yang langsung (berhubungan dengan) situasi sosial, maupun yang langsung (berhubungan dengan) lingkungan tekstual teks.’
Levinson (1983) menegaskan dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, bahwa context (in this book) includes only some of the basic parameters of the context of utterance, including participants, identity, role and location, assumptions about what participants know or take for granted, the place of an utterance within a sequence of turns at talking, and so on. ‘konteks hanya mencakup beberapa parameter dasar dari konteks ucapan, termasuk peserta, identitas, peran dan lokasi, asumsi tentang apa yang peserta ketahui atau mengambil untuk diberikan, tempat suatu ucapan dalam urutan berbicara bergantian, dan seterusnya’.
Leech (1983) menjelaskan bahwa konteks merupakan salah satu komponen dalam situasi tutur. Konteks diartikan seabgai aspek-aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Dalam definisi ini ditambahkan pula bahwa konteks yaitu sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan petutur, dan konteks ini akan membantu petutur menafsirkan atau memahami maksud penutur.
Subroto (2008:511) menyimpulkan pengertian konteks dalam pragmatik (khususnya sosiopragmatik) sebagai berikut.
(a)   Konteks itu sesuatu yang bersifat dinamis, bukan sesuatu yang statis.
(b)  Konteks itu menyangkut benda-benda dan hal-hal yang terdapat di mana dan kapan tuturan itu terjadi.
(c)  Konteks itu berkaitan dengan interaksi antara penutur dan mitra tutur menyangkut variabel kekuasaan, status sosial, jarak sosial, umur, dan jenis kelamin.
(d) Konteks juga berkaitan dengan kondisi psikologis penutur dan mitra tutur selama proses interaksi terjadi dan motif tuturan.
(e)  Konteks juga menyangkut presuposisi, pengetahuan latar, skemata, implikatur (kaitan dengan eksplikatur).
(f)   Termasuk dalam konteks yang bersifat fisik ialah warna suara dan nada suara para peserta tutur.

Pendapat di atas, dijelaskan dalam contoh ilustrasi berikut ini :
Di sebuah rumah tangga tinggal berdua suami-istri yang sudah cukup usia. Pada suatu pagi tampaknya suami bangun agak terlambat. Tatkala bangun, dia melihat cahaya sudah terang-benderang. Dia bertanya pada istri yang menyapu di luar, “Jam berapa Bu?” istrinya menjawab : “Itu lo Pak, koran dah datang”. Dialog ini menunjukkan adanya konteks : a) kondisi psikologis suami yang terkejut keadaan sudah terang-benderang, ia ingat harus masuk kantor, b) ia tahu bahwa di rumah itu hanya berdua dengan istrinya, maka ia bertanya pada istri, c) istri tidak menjawab secara langsung dan literer, melainkan menyatakan koran sudah datang. Konteks terakhir itu merupakan presuposisi bahwa rumah tangga itu berlanggaran surat kabar dan surat kabar itu biasa tiba sekitar pukul 6.30. Dengan jawaban istri itu (sebagai eksplikatur) suami sudah dapat menarik kesimpulan sendiri (implikatur).
Dari batasan-batasan di atas semakin jelas, betapa pentingnya konteks dalam dalam kajian pragmatik. 





B. Jenis-Jenis Konteks
Pemahaman lebih jauh mengenai konteks ditegaskan Huang (2007) dengan mengutip pendapat Ariel (1990), menurutnya ada tiga tipe konteks dalam pragmatik, yaitu:

1.      Konteks fisik (the physical context) yang mengacu pada pengaturan fisik ucapan. Sebagai contoh interpretasi dari (a) tergantung pada pengetahuan (penutur) dipandang dari konteks fisik ucapan, yaitu, lokasi spatio-temporal ucapan/lokasi ruang-waktu dari tuturan. 
(a) He not the chief executive; he is. He’s the managing director.
2.      Konteks linguistik (the linguistic context) yang mengacu pada ucapan-ucapan sekitarnya dalam wacana yang sama. Apa yang telah disebutkan dalam wacana sebelumnya, misalnya, memainkan peran penting dalam memahami konstruksi eliptis (penghilangan) yang digunakan oleh Mary dalam wacana (b).
(b) John : Who gave the waiter a large tip?
                  Mary : Helen.
3.      Konteks pengetahuan umum (the general knowledge context). Informasi
yang diturunkan dari jenis konteks ini menjelaskan mengapa (c) adalah pragmatis well-formed tetapi (d) pengecualian. Hal ini karena, mengingat dunia nyata pengetahuan kita, sedangkan kita tahu bahwa ada Kota Terlarang yang mengagumkan di Beijing, dan tidak ada atraksi turis di Paris.
(c) I went to Beijing last month. The Forbidden City was magnificent.
(d) I went to Paris last month. The Forbidden City was magnificent.


Selain Huang (2007) membagi konteks dalam tiga kelompok sebagaimana tampak dalam uraian sebelumnya, maka Monica Crabtree dan Joice Powers (1991) dalam The Language Files, Material for an Introduction to Language, Departement of Linguistics, the Ohio State University mengelompokkan konteks dalam empat sub-bagian :
1)      The physical context, (that is), where the conversation takes place, what objects are present, and what actions are taking place. Konteks fisik yaitu di mana terjadi percakapan, apa objek yang sedang dibicarakan, (siapa yang) hadir, dan apa tindak tutur (yang diambil sesuai dengan) tempat; 
2)      Epistemic context, background knowledge shared by the speakers and hearers. ‘Konteks epistemis, (mengacu ke) latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh pembicara dan pendengar;
3)      Linguistic context, utterances previous to the utterances under consideration. ‘Konteks linguistik, ucapan-ucapan sebelumnya ke dalam pertimbangan;
4)      Social context, the social relationship and setting of the speakers and hearers. ’Konteks sosial, (mengacu ke) hubungan sosial dan latar dari si pembicara kaitannya dengan para pendengar.’

Tipe-tipe konteks kelompok pertama hanya terdiri dari tiga tipe, masing-masing (a) konteks fisik (the physical context); (b) konteks linguistik (the linguistic context) dan (c) konteks pengetahuan umum (the general knowledge context), tapi kelompok kedua mengklasifikasikan konteks atas empat tipe yaitu: (a) konteks fisik (the physical context); (b) epistemic context; (c) linguistic context, dan (e) social context.
Penentuan jenis konteks yang paling tepat terdapat pada kelompok kedua. Pilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penjenisan tipe kedua lebih lengkap jika dibandingkan dengan penjenisan tipe pertama karena tipe kelompok kedua melibatkan juga konteks sosial. Untuk memahami tipe-tipe konteks tersebut ada baiknya diperhatikan kutipan ilustrasi berikut.

“… dua orang, berbicara keras, berjalan menuju ke salah satu bagian perpustakaan (konteks fisik). Mereka duduk, dan masih berbicara keras, tapi tak seorang pun mengatakan apa-apa kepada mereka berdua. Setelah sekitar lima menit, seseorang di seberang meja mereka dengan sinis mengatakan: "Bicaralah sedikit lebih keras! Aku rindu pada suara keras Anda...."

Para pendengar akan menafsirkan ucapan ini sebagai permohonan bagi mereka berdua agar mereka tenang, meskipun fakta secara lingual (harfiah) pembicara meminta mereka untuk berbicara lebih keras. Fakta kontekstual tertentu membantu kita, ketika tidak ada sinyal yang menyatakan, bahwa ini adalah permintaan untuk diam: ucapan menyela pembicaraan mereka dan memecah keheningan antara mereka dan orang lain (ini termasuk konteks linguistik), demikian pula dengan permintaan yang dibuat dalam nada sarkastis itu (termasuk konteks linguistik); perpustakaan biasanya di mana pun di dunia ini dikenal sebagai tempat yang tenang (termasuk konteks epistemis), dan mereka berada di perpustakaan (termasuk konteks fisik). Pertanyaan yang muncul, mengapa permintaan dengan nada sarkastis itu harus ditafsirkan dengan makna larangan agar jangan berbicara keras? Bukankah kalimat tadi berupa permintaan agar mereka berdua berbicara lebih keras? Jawabannya tentu berada pada tataran konteks sosial, yang secara konvensional mengenal “ruh” dari kalimat permintaan tadi, karena mereka semua berada dalam konteks sosial yang sama, dan mengenal pernyataan yang sarkastis itu dengan baik dalam sistem sosial mereka.

C. Simpulan

Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar yang benar-benar harus menjadi bahan pertimbangan untuk memahami bahasa. Analisis pragmatik sangat bergantung pada konteks. Dengan konteks, petutur dapat menafsirkan tuturan penutur dalam sebuah situasi tutur.
Komunikasi dengan menggunakan bahasa tidak akan sempurna jika tidak melibatkan konteks sebagai elemen ekstra lingual yang tidak boleh diabaikan dalam sebuah pertuturan. Konteks menjadi sangat penting hubungannya dengan pragmatik, karena komunikasi yang melibatkan konteks dapat menjadikan komunikasi itu lebih komunikatif, efektif, dan efisien.


E. Daftar Pustaka
Brown, Gillian and George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge University
Press.
Cummings, Louise. 2007. Pragmatik : Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Huang, Yan. 2007. Pragmatics. Oxford : Oxford University Press.
Leech, Geoffrey. 1983. The Principles of Pragmatics. New York : Longman Group Limited.
Levinson, Stephen C. 1993. Pragmatics. London: Longman.
Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics an Introduction. Cambridge, Massachusetts: Blackwell
Publishers. 
Nugroho, Miftah. 2010. Konteks dalam Kajian Pragmatik.dalam buku Peneroka Hakikat Bahasa. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.Jakarta : Erlangga.
Safnil, 2000. Rhetorical Structure analysis of the Indonesian Research Articles.
A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy (Linguistics) of
the Australian National University.
Subroto, Edi. 2008. Pragmatik dan Beberapa Segi Metode Penelitiannya. Dalam buku Kelana Bahana Sang Bahasawan, Persembahan untuk Prof Soenjono Dardjowidjojo. Jakarta : Universitas Atma Jaya.
Verschueren, Jef. 1999. Understanding Pragmatics. New York : Oxford University Press.
Wardhaugh, Ronald. 1998. An Introduction to Sosiolinguistics. (third edition).
Massachusetts: Balackwell Publishers. 
Yan Huang. 2005. Pragmatics. New York: Oxford University Press.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar