Selasa, 03 November 2015

Sejarah Sosiolinguistik Amerika

SEJARAH SINGKAT ILMU SOSIOLINGUISTIK AMERIKA (1949 - 1989)


1. Nenek Moyang dalam bidang Linguistik
Sangatlah pantas bagi ahli bahasa saat ini untuk secara teratur memeriksa ulang pekerjaan atau teori-teori dari ahli bahasa pendahulu. Hal ini bertujuan agar kita tahu pendapat siapa yang harus kita pertahankan dan yang tidak. Koerner (1988) melacak dan menemukan pemikiran sosiolinguistik yang sekarang ini melalui Saussure dan William Dwight Whitney (1827 – 1894), dan kemudian mengutip pendapat Whitney yang sangat penting:

Bahasa bukan milik perseorangan tetapi kelompok masyarakat tertentu. Karena tidak ada satupun bahasa yang diciptakan adalah hasil dari satu orang saja tetapi membutuhkan persetujuan dalam wujud penggunaan bahasa tersebut. Seluruh pengembangan bahasa meskipun dimulai dari perseorangan, dilakukan oleh masyarakat.

Koerner menyimpulkan bahwa ada kesamaan ide dalam konsep Whitney tersebut yang diteruskan dari Whitney ke Saussure ke Meillet ke Martinet ke Weinreich dan akhirnya ke Labov. Kevalidan ide Koerner ini masih perlu dipastikan. Meskipun begitu, harus digarisbawahi juga bahwa memang sulit untuk menentukan apakah sesuatu itu berupa konsep atau kebenaran. Hal ini didukung juga oleh psikolog terkenal Carl Gustav Jung dan banyak ahli bahasa. Bahkan seorang Bloomfield mendedikasikan satu bagian penuh dalam bukunya untuk membicarakan “masyarakat bahasa” (Speech Communities: Bloomfield 1933: 42-56), terkait dengan pendapat di atas pada kalimat terakhir pernyataan Whitney. Pengembangan ilmu bahasa sebenarnya berhubungan antar satu generasi dengan lainnya. Contohnya: pembahasan mengenai dialek sosial, perbedaan gender, dan tingkatan umur dapat dihubungkan dengan pengamatan Bloomfield sebelumnya. Contoh lain, Paul Kiparsky mengatakan bahwa aturan variabel milik Labov sebenarnya dapat diturutkan kembali ke Panini (Kiparsky 1979). Sayangnya, seperti yang ditegaskan oleh Koerner, sebagian besar teks dan koleksi sosiolinguistik melupakan peran dari pendahulunya. Anggapan yang selama ini muncul adalah “sosiolinguistik adalah ilmu yang berbeda yang sudah ada selama bertahun-tahun” (Pride & Holmes 1972: 7).

Labov, seperti yang sudah dikira banyak orang, tidak memperhatikan pendapat-pendapat ahli bahasa yang lalu, menulis beberapa halaman untuk topik “beberapa pembelajaran sebelumnya mengenai bahasa di dalam konteks sosial” (Labov 1966). Labov mengutip catatan Antoine Meillet dari tahun 1905, yang mana catatan tersebut menunjukan ketidakmauan Meillet untuk menerima hukum dan peraturan sebelumnya dari abad ke-19. Meillet mengamati bahwa pasti banyak variabel yang belum ditemukan, yang masih berlanjut, dan bervariasi yang sangat banyak dalam hubungannya dengan hukum dan peraturan sebelumnya tersebut:

... mengacu dari fakta bahwa bahasa adalah institusi sosial, ini berarti linguistik adalah ilmu sosial, dan satu-satunya variabel yang dapat kita temukan untuk menjelaskan perubahan bahasa adalah perubahan sosial yang mana variasi bahasa hanyalah akibatnya. Kita harus menentukan struktur sosial mana yang berhubungan dengan struktur bahasa dan bagaimana hubungannya. Pada umumnya, perubahan-perubahan struktur sosial dapat diartikan juga perubahan-perubahan dalam struktur bahasa. (Labov, Hal 15)

Tulisan-tulisan Meillet tampak modern dan asing, tetapi tak seorangpun baik dia atau koleganya dan murid-muridnya mengikuti ide bahwa sosial dan fenomena bahasa mempunyai keterkaitan. Alasan untuk hal ini sangat jelas ketika kita menilik pengembangan teori pada saat Meillet bekerja. Pada abad ke-19, perubahan bahasa, etimologi dan hasil bahasa mendominasi pemikiran ahli-ahli bahasa. Pada abad ke-20, struktur bahasa menjadi perhatian utama. Ide mengenai hubungan budaya nampak dengan jelas pada penelitian pakar-pakar antropologi, berketerbalikan dari apa yang disebut Sapir sebagai “the evolutionary prejudice” dari perhatian sebelumnya mengenai bahasa (Sapir 1921). Hubungan mengenai cara memahami bahasa dan budaya dibarengi oleh ilmu bahasa adalah dengan cara beralih ke strukturalisme, yang dipimpin oleh Saussure dan yang lainnya. Seperti yang diungkapkan Labov, sangat sedikit yang sudah dicapai dalam bidang linguistik sampai akhirnya ada pengembangan pada teori, struktur fonologi, pengembangan tape recorder, spektogram, prosedur sampling, dan komputer yang digunakan untuk mengolah data yang sangat banyak. Bagaimanapun benarnya anggapan Meillet, masalah teknologi dan konteks sosial memang belum cocok untuk membantu pengembangan ide-idenya pada saat itu.

Sementara itu, ketika stukturalisme dikembangkan oleh Bloomfield, Sapir, Bloch, Hockett, Pike, dan yang lainnya, fokus ilmu bahasa beralih ke pemikiran pola mendasar bahasa-bahasa secara umum daripada variasi dalam bahasa tersebut. Tidak ada yang salah dengan arah pemikiran tersebut, ilmu bahasa memang seharusnya dikembangkan dengan cara ini (pola dasar ke variasi-variasi).

2. Nenek Moyang dalam bidang Antropologi
Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa sosiolinguistik sebenarnya adalah versi modern dari yang biasanya disebut dengan linguistik antropologi. Ada ide yang mendukung pendapat tersebut karena sosiolinguistik mengembangkan analisis dan deskripsi bahasa sampai pada aspek budaya dimana bahasa itu digunakan. Pada kondisi seperti ini, sosiolinguistik menghasilkan sesuatu sebagai timbal balik untuk ilmu antropologi, dimana banyak orang percaya ilmu ini mempunyai sumber sendiri. Empat definisi klasik antropologi yaitu antropologi budaya, antropologi fisika, arkeologi dan linguistik. Meskipun begitu, fokus antropologi ada pada analisis yang lebih luas pada perilaku manusia, polanya dan prinsip-prinsipnya, sedangkan sosiolinguistik modern membahas lebih dalam dan lebih terperinci pada aspek bahasa dalam konteks sosial.

Indikasi awal pada pengembangan sosiolinguistik selanjutnya dapat dilihat di “Horizons of Anthropology” yang diedit oleh Sol Tax pada tahun 1964, dimana Hymes menggarisbawahi bahwa sifat utama linguistik di setengah awal abad ke-20 adalah, sesuai pandangan antropologi, “pencarian kebenaran ilmu bahasa”. Dia memprediksi untuk setengah akhir abad ke-20 “sifat utamanya adalah untuk pencarian pengelompokan dan pencapaian yang paling penting akan berhubungan dengan struktur linguistik yang menarik dalam hal konteks sosial – untuk singkatnya, analisis dalam hal kefungsian”. (Hymes 1964 b:92).

Antropologi Amerika sudah mengenal bahasa sebagai ciri khas dari tempat asal bahasa tersebut, mungkin karena pentingnya hal ini kemudian ditempatkan di studi Indian Amerika. Pada abad 19, hubungan antara antropologi dan linguistik disebut dengan berbagai nama, contohnya: “ethnological philology” dan “linguistic ethnology”. Pada abad ke-20, pendapat yang berseberangan ini menjadi istilah yang dikenal sebagai “ethnolinguistics”, “metalinguistics” dan “anthropological linguistics”. Tahun 1960an, Hymes mengusulkan istilah “linguistic anthropology”, yang menjelaskan secara umum sebagai ilmu bahasa dalam konteks antropologi. Hymes menegaskan bahwa ilmu seperti linguistik dan antropologi saling melengkapi dalam prakteknya, meskipun tidak serupa. Antropologi menggunakan linguistik untuk memperjelas ketepatan pekerjaannya, menyesuaikan pengetahuan mengenai bahasa dari sudut pandang kemanusiaan. Sebaliknya, tugas utama linguistik adalah untuk membahas pengetahuan tentang bahasa dari sudut pandang kebudayaan. Kelas-kelas yang disebut “bahasa dan kebudayaan” sudah ditawarkan, sebagai contohnya, tahun 1955 di Harvard-Pennsylvania. Hymes mendekripsikan kelas-kelas semacam itu lama-kelamaan menjadi semakin mengacu pada sosiolinguitik tetapi tetap bergantung pada pemahaman-pemahaman sebelumnya di linguistik deskriptif. Hal ini sangat penting, seperti yang diungkapkan Hymes, karena:

Seseorang membutuhkan pengenalan pada deskripsi linguistik yang mengetahui cara untuk menentukan posisi sosial dan konteks untuk data, dan untuk mengetahui juga fonetik dan perwujudannya dalam fungsi-fungsi keberagaman (identifikasi, ekspresi, perintah, metalinguistik), demikian juga proses-proses perubahan. Faktanya, untuk memahami linguistik deskriptif dari sudut pandang sosial adalah dengan memahami ulang dan mulai untuk memikirkan suatu permasalahan yang berbeda dan cara mengungkapkannya. (Hymes 1966)

Pada laporan yang sama, Hymes menunjukan bahwa ada semakin banyak pelatihan mengenai linguistik deskriptif untuk ilmuwan dalam bidang sosial, meskipun hal ini penting, tetapi masih belum cukup untuk mendukung penelitian yang mereka kerjakan. Ilmuwan sosial tersebut perlu tahu bagaimana untuk mengatur bentuk-bentuk bahasa, dan untuk lebih yakin lagi juga perlu tahu bagaimana untuk mengatur penilaian sosial mengenai variasi bahasa dalam pemakaiannya yang berhubungan dengan orang-orang, jaringan, topik dan setting. Akibatnya, ilmuwan dalam bidang sosial tersebut perlu untuk menerapkan hasil-hasil dari sebuah deskripsi sosiolinguistik.

3.   Nenek Moyang dalam bidang Sosiologi
Antropologi bukanlah satu-satunya sumber ilmu untuk sosiolinguistik. Pada awal bulan April 1966, para sosiolog sudah mengatur satu pertemuan umtuk sosiolinguistik sebagai salah satu pokok pembahasan rutin tiap tahun di “Ohio Valley Sociological Society”. Hymes melaporkan bahwa salah satu pertanyaan yang paling penting di pertemuan itu adalah “Dimana sosiolog dapat belajar tentang sosiolinguistik?” (1966). Untuk membahas pertanyaan ini lebih lanjut, pertemuan lanjutan diadakan di Los Angeles tiga bulan kemudian. Untuk menekankan suatu fakta bahwa pengembangan ilmu tidak harus selalu bergantung pada pertemuan setiap tahun, kemudian diadakanlah suatu pertemuan di kediaman William Bright. Sejumlah ahli yang akan menjadi pemimpin dalam bidang ilmu sosiolinguistik ini yang seharusnya datang di LA juga diundang, yaitu: Charles A. Ferguson, Joshua A. Fishman, Harold Garfinkel, Erving Goffman, John Gumperz, Dell Hymes, William Labov, Harvey Sacks, Edgar Polome, Leonard Savitz, dan Emanuel Schegloff. Para sosiolog yang hadir kemudian membagi pengalaman mereka dalam hal pengajaran sosiolinguistik di universitas mereka. Savitz menekankan pentingnya pelatihan linguistik untuk para sosiolog. Fishman mendukung ide ini dan menambahkan bahwa sosiolog-sosiolog tertarik pada nilai-nilai linguistik tapi tidak dalam ilmu bahasa secara keseluruhan. Sedangkan para ahli ilmu bahasa tertarik pada konteks yang lebih luas namun bukan dalam sosiologi. Hal ini perlu diperhatikan bahwa perbedaan kepentingan seperti itu masih tampak sampai pada saat sekarang ini (Hymes 1966).

Pada sosiologi, program-program ilmu mengenai perbandingan mulai berkembang pada awal tahun 1960-an, dan banyak murid dalam bidang sosiologi dikirim ke negara-negara asing. Mereka dituntut untuk kritis dalam hal kompentensi bahasa namun tidak untuk kebutuhan yang berhubungan dengan ilmu bahasa. Oleh karena itu, para murid ingin mempelajari bahasa dari orang-orang yang mereka teliti tapi tampaknya mereka tidak dapat menilai bahasa sebagai sebuah sumber data sosiologi.

Sebagian besar kelas-kelas awal dalam sosiolinguistik yang diajarkan oleh sosiolog disebut “Sociology of Language”. Joshua Fishman pertama kali mengajarkan kelas dengan nama ini pada tahun 1960 di universitas Pennsylvania. Setelah itu, dia melanjutkan untuk mengajar kelas yang sama di Yeshiva, yang berhubungan utama pada mata kuliah psikologi. Pendekatan Fishman mencerminkan ketertarikannya dalam bidang: pemeliharaan bahasa, pemindahan bahasa, dan konteks sosial dalam perencanaan bahasa.

Pada tahun 1965, buku Joyce O. Hertzler yang berjudul “The Sociology of Language” akhirnya diterbitkan. Hertzler yang seorang sosiolog menulis:

Diantara banyak ilmuwan dalam bidang sosial, kontributor utama dalam ilmu bahasa adalah orang-orang yang ahli dalam bidang antropologi dan psikologi. Ahli antropologi sudah tertarik dengan bahasa sebagai aspek utama dalam kebudayaan, pengembangan dan asal mula bahasa, analisis bahasa primitif dan hubungan antara bahasa-bahasa tersebut dengan mental primitif dan kehidupannya. Para pakar psikologi dalam bidang umum, sosial dan keabnormalan sudah tertarik dengan tahap-tahap pengembangan tutur pada manusia, khususnya pengembangan tutur pada anak-anak, hubungan pada pengembangan tutur dan kondisi psikologis abnormal, pengembangan bahasa individual di dalam masyarakat yang utama dan hubungannya pada proses dan cara berfikir. (Hertzler 1965: 4-5)

Sosiolog-sosiolog lainnya yang tertarik dalam bahasa juga mengadakan penelitian masing-masing pada tahun 1960-an. Meskipun tidak ada kelas yang disebut dengan “The Sociology of Language” di UCLA pada waktu itu, Harold Garfinkel melaporkan bahwa topik bahasan ini termasuk di dalam semua pengajarannya. Di departemen yang sama, Harvey Sacks sedang mengajarkan analisis percakapan pada mata kuliah sosiologi dan antropologi. Hal ini menunjukan bahwa masing-masing sosiolog melengkapi dirinya dengan topik bahasa mereka sendiri dalam departemen sosilogi tetapi tanpa nama yang mungkin mengidentifikasikan departemen sosiologi sebagai linguistik. Ketertarikan penelitian Erving Goffman pada tahun 1960-an, sebagai contohnya, terpapar dalam masyarakat dan pada perilaku sosial kecil dalam peraturan umum. Erving melihat linguistik sebagai pokok untuk penggambaran struktur dan pengaturan dari bagian-bagian kecil tingkah laku. Jika sebuah ilmu sosiologi mengorbankan waktunya untuk mempelajari dasa-dasar ilmu bahasa untuk meniru pekerjaan dari Goffman, Garfinkel, atau Sacks, ada resiko yang sangat serius dalam hal pengorbanan aspek lainnya yang dibutuhkan oleh ilmu sosiologi tersebut. Sewajarnya, hal yang sama dapat terjadi juga pada pakar antropologi dan juga pakar ilmu bahasa.

4. Dilema Interdisipliner
Agar ilmu sosiologi dapat diuntungkan oleh gabungan ilmu-ilmu yang menjadi dasar pemikirannya, harus ada sesuatu yang ditambahkan pada struktur akademik tradisi. Wawasan etnografi dari pakar antropologi, metode dan teori sosial mengenai sosiologi dan informasi mendasar ilmu linguistik harus digabungkan dengan lebih baik. Pada poin ini, faktor-faktor tersebut memang tidak dalam kondisi yang semestinya. Murid-murid antropologi mendapatkan sekecap pengetahuan tentang linguistik tapi tidak cukup untuk melakukan pekerjaan yang sudah ditunjukan atau divisualisasikan oleh Hymes. Departemen sosiologi bahkan hanya memiliki sedikit kemauan untuk memperluas kurikulum tradisional mereka untuk menyesuaikan diri dengan ilmu linguistik dalam rangka meneruskan pengembangan pekerjaan dari Sacks Goffman.

Pada saat yang sama, hanya ada sedikit kecenderungan bagi ahli-ahli bahasa untuk memberi pelatihan murid-muridnya dalam hal sosiologi dan antropologi. Sampai tahun 1966 Ferguson sudah mengajar kelas yang disebut sosiolinguistik (ilmu sosiolinguistik) di dua institusi LSA di universitas Georgertown. Murid-muridnya mempunyai latar belakang dalam ilmu bahasa tetapi tidak dalam sosiologi. Sama halnya pada Edgar Polome yang melaporkan bahwa pada tahun yang sama dia sudah mengajar sosiolinguistik di universitas Texas yang secara eksklusif sebagian besar muridnya adalah para ahli bahasa. Labov berpendapat bahwa diperlukan latihan yang sangat banyak untuk merubah karakter penelitian bahasa yang mendasar sehingga dia hanya memilih untuk melatih orang-orang yang sudah berkomitmen pada ilmu bahasa. Pemikiran ini didukung oleh Gumperz yang juga berpendapat untuk mempunyai komitmen yang sungguh-sungguh kepada analisis sosiolinguistik, bukan hanya ketertarikan saja. Dengan demikian, pertengahan tahun 1960-an mengungkap gejolak besar dan kemunculan bersama-sama para ilmuwan sosial untuk mencoba menentukan bagaimana caranya untuk bekerja sama antar disiplin-disiplin ilmu. Tentu saja ada pro dan kontra mengenai hal ini.

Alasan pendapat yang mendukung berpusat pada meningkatnya kebutuhan akan penelitian antar kebudayaan yang terhambat oleh perbedaan pembahasan masing-masing disiplin ilmu. Beberapa orang menilai dunia sebagai sesuatu yang tertata ulang sebagai satu kesatuan masyarakat, menjadi semakin menciut dalam hal perasaan. Pada saat yang sama ada penentuan ulang dari keberagaman masyarakat dan bahasa-bahasa dalam masyarakat tersebut. Kedua fenomena tersebut membutuhkan perubahan dalam teori dan fokus oleh para pakar sosiologi, antropologi, dan bahasa.

Di masyarakat Amerika, waktu itu adalah saat bagi masalah perpecahan antar ras, kemerosotan pendidikan, dan masalah pada struktur-struktur sosial. Masalahnya sudah tampak dengan jelas dan ketiga disiplin ilmu tersebut mempunyai alat yang dibutuhkan untuk mengatasinya, tetapi tidak dengan bekerja secara sendiri-sendiri. Tetapi masalah yang dihadapi disiplin-disiplin ilmu ini selalu sama seperti waktu sebelumnya. Ilmuwan sosial tidak ingin memberikan apapun untuk mendapatkan ilmu bahasa. Dan juga sebaliknya pada para ahli bahasa. Setiap disiplin menginginkan untuk tetap mempertahankan bidang dan tujuannya sendiri-sendiri termasuk teori-teorinya sambil menikmati sedikit hasil dari disiplin yang lainnya.

Sampai saat ini kita sudah mencatat beberapa asal mula pemikiran ilmu sosiolinguistik dari para ahli dalam bidang ilmu bahasa yang sebelumnya, contohnya: Saussure, Meillet dan Bloomfield. Di Inggris, warisan warisan ilmu bahasa dari Firth menciptakan tradisi yang kuat bagi sudut pandang sosiolinguistik, yang terbaru adalah pekerjaan dari Michael Halliday. Faktanya pada tahun 1966, Basil Bernstein menulis sebuah memorandum yang disebut “Kebudayaan & Ilmu bahasa” (Culture & Linguistics) yang mendorong pengembangan ilmu bahasa di Inggris. Salah satu rekomendasi Hymes kepada Dewan Penelitian Ilmu Sosial (1966) adalah untuk mengembangkan pusat pelatihan atau laboratorium untuk pelatihan bidang sosiolinguistik, termasuk di London, New York, dan Washington, DC. Ada anggapan bahwa Hymes sangat merekomendasikan London karena teori dalam ilmu bahasa berorientasi lebih pada fungsinya daripada pendekatan formalnya.

Ilmu bahasa di Amerika pada pertengahan tahun 1960-an sudah dengan jelas mengambil langkah yang lebih formal. Sebagai contoh, strukturalis dan deskriptif grammar pada saat itu semakin tidak tampak perannya. Hal ini terjadi karena banyak pakar sosiolinguistik seperti Hymes, Gumperz, Labov dan Ferguson mengacu pada deskripsi yang lebih luas. Kehadiran para ahli sosiolinguistik modern tampaknya kehabisan waktu seiring dengan cepatnya perkembangan teori linguistik yang bersifat dominan. Hubungan utama dari kelanjutan tradisi sosiolinguistik kemudian ditemukan dalam dialektologi daerah, dimana keragaman bahasa sudah diselenggarakan selama bertahun-tahun.

5. Geografi Linguistik
Setidaknya di negara-negara barat, linguistik geografi dikatakan mempunyai asalnya pada akhir abad 19 di Jerman, ketika Georg Wenker mengirimkan 40 kalimat kepada ribuan ahli-ahli di sekolah desa. Kalimat-kalimat tersebut terdiri dari kata-kata yang dikenal beragam di daerah tersebut dalam pelafalannya. Dengan apapun kemampuan semi-fonetik yang bisa mereka kuasai, ahli-ahli sekolah ini bertanggung jawab penuh untuk menanggapi, menciptakan data awal yang masih ada di Marburg dan yang sekarang sedang dikomputerkan. Poin yang kita dapat disini adalah bahwa fokus dari usaha Wenker terdapat pada kekayaan variasi yang menggolongkan bahasa Jerman.


[....]
Pada tahun 1896, sebuah atlas negara Perancis ditemukan dan ditunjukan oleh Jules Gilleron yang menentukan bahwa hal itu mungkin untuk mendapatkan gambaran yang lebih konsisten dan akurat dari informan tutur yang nyata jika seorang pekerja lapangan yang masih lajang dengan kemampuan fonetik yang bagus akan mewawancarai subjek-subjek dan merekam tutur mereka secara fonetik. Sehingga dia mengirimkan Edmont ke masyarakat Perancis yang beragam. Dalam waktu 4 tahun, Edmont melengkapi 200 questionaire dengan 700 informan dan Atlas Linguistique de la France diterbitkan diantara tahun 1902 dan 1910.

[...]
Proyek atlas Amerika dibawah arahan Hans Kurath dimulai pada tahun 1931. Ide awalnya adalah untuk menghasilkan sebuah kamus dialek. Para siswa yang peduli dengan masalah itu termasuk George Kittredge dan James Russell Lowell berkumpul di Cambridge, Masachussette pada tahun 1889 dan membentuk perkumpulan dialek orang-orang Amerika. Meskipun setelah 30 tahun pembentukannya, perkumpulan tersebut tidak mendekati untuk menerbitkan sebuah kamus dialek, perkumpulan ini sudah mengumpulkan 26.000 lebih kata-kata dialek yang menarik dan frase dalam penebitannya, “Catatan-catatan Dialek” (Dialect Notes). Pada tahun 1929, ketertarikan dari banyak ahli dialek asal Amerika sudah berpindah dari kamus dialek ke atlas linguistik. Dengan bantuan dari Dewan Amerika mengenai masyarakat yang terpelajar, sebuah rancangan untuk atlas diterbitkan, dan Kurath ditunjuk sebagai direkturnya. Rencana tersebut adalah untuk menghasilkan serangkaian “lembar kerja” yang berisi lebih dari 700 ide yang diatur dengan kasar sesuai dengan topiknya. Pendekatan yang unik ini merumuskan jawaban-jawaban informan tetapi tidak menentukan pertanyaannya, meninggalkan masalah ini pada kepintaran para pekerja lapangan.

[....]
Penelitian atlas linguistik di Amerika berlanjut pada sesuatu yang agak reguler tetapi sekarang ini mirip dengan langkah lambat yang dibantu oleh komputerisasi data dan dengan kerja keras dari sedikit murid-murid yang berbakat. Banyak murid-murid mempertanyakan nilai dari metode dimana datanya diperoleh, keakuratan transkripsi fonetik dari tape recorder kuno, sampel yg tidak jelas, fokus yang hanya pada leksikon dan pelafalan, penghilangan prosedur analitik sebagai analisis wacana dan arti pragmatik, yang berkembang setelah prosedur atlas ditentukan secara pasti.

[...]
Dalam geografi linguistik ada banyak bentuk awal dari sosiolinguistik modern. Atlas orang-orang Amerika secara tradisional mencoba untuk mendapatkan narasumber dari tiga jenis kelas sosial utama dalam masyarakat yang lebih bersifat kota, hal itu merupakan gagasan dari Raven I. McDavid yang membuat kejelasan hubungan antara faktor sosial dan variabel pelafalan. Dalam artikel klasiknya, “Postvocalic /-r/ di Carolina Selatan: analisis sosial” (1948) Raven menulis bahwa dalam masyarakat dimana postvocalic /-r/ terjadi penyempitan, 3 variabel yang menguranginya adalah: lebih modern, lebih muda, dan pembicara yang lebih brpendidikan yang tidak membutuhkan pembatasan. Kepekaan terhadap pengaruh variasi sosial ini tidak biasa, tetapi bagaimanapun juga pada tahun 1960-an, pembelajaran variasi bahasa di Amerika memasuki masa kebangkitan.


5.1 Pengembangan-pengembangan
Karena ketertarikan baru dalam keminoritasan berkembang, negara di bawah kepemimpinan presiden Kennedi mulai memandang penduduknya dengan cara yang baru. Bagi mereka yang merupakan hasil dari sosial selanjutnya mungkin tidak menyadari pengaruh hebat dari ide-ide tersebut pada linguistik di waktu itu. Karena hal itu sering terjadi, serangkaian peristiwa khusus membentuk pondasi bagi beberapa perubahan pada bidang ilmu kita, beberapa memang ada hubungannya tetapi beberapa lebih tidak terduga. Salah satu dari event ini adalah Institut Bahasa tahunan di universitas Indiana pada tahun 1964. Pendukung-pendukung utama dari strukturalisme dan generatif grammar dipertemukan satu sama lain dalam serangkaian kuliah selama seminggu oleh Chomsky yang dilanjutkan oleh Pike. Ini merupakan institut yang tidak biasa diikuti pada musim panas itu, dan dengan dibarengi pertemuan musim panas Perkumpulan Linguistik Amerika, program ini menjadi sebuah peristiwa yang paling menarik di dalam bidang ilmu kita. Satu alasan mengapa institut tersebut banyak dihadiri ternyata sudah disebutkan, yaitu adanya perdebatan langsung bagi teori kepemimpinan di bidang ini. Meskipun memang ada juga alasan-alasan yang lain.

Pada bulan Mei tahun 1964, sekitar sebulan sebelum pertemuan LSA,  Pusat Penelitian Bahasa dan Linguistik UCLA mensponsori sebuah kenferensi “Sosiolinguistik” di Lake Arrowhead, California. Makalah yang sudah diteliti dari konferensi ini muncul dengan judul “Sosiolinguistik” (Bright 1966). Untuk memberikan sebuah ide dari istilah baru “sosiolonguistik”, hal itu seharusnya ditulis di dalam Kamus Internasional Baru Webster Edisi ke-3 Tahun 1961 tetapi istilah baru tersebut tidak tercatat sama sekali dalam kamus, meskipun istilah tersebut sudah ada sejak awal tahun 1952 dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Haver C. Currie di dalam “Southern Speech Journal”. Pada waktu konferensi Lake Arrowhead, sejumlah pelajar telah menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat, para pelajar tersebut adalah Henry M. Hoeningswald, John Gumperz, Einar Haugen, Raven McDavid, Jr., Dell Hymes, John Fischer, William Samarin, Paul Friedrich, dan Charles Ferguson. Seorang bintang baru di saat itu yang juga seorang murid dari Uriel Weinreich di Colombia, yang bernama William Labov, juga diundang ke konferensi Lake Arrowhead untuk menjelaskan desertasinya yang meneliti bahasa yang digunakan di kota New York. Para kader anggota yang hadir ini menggambarkan sejumlah tradisi penelitian yang cukup berbeda yaitu geografi linguistik, hubungan bahasa, perubahan sejarah, etnografi, dan perencanaan bahasa. Misi lain yang tersirat dalam konferensi ini adalah untuk menemukan pilihan istilah nama bagi masing-masing bidang penelitian. “Bahasa dan Masyarakat” dan “Sosiolinguistik” merupakan pilihan yang paling logis dan seharusnya dua kelas ini yang ditawarkan di pertemuan LSA pada tahun 1964.

John Gumperz sudah melakukan penelitian lebih dulu di India dan Norwegia yang meneliti pada perbedaan bahasa yang digunakan diantara keragaman kasta manusia dan status sosial. Bagi orang-orang yang sudah mendengar John Gumperz berbicara mengenai hal ini di masa lalu, berhasil menawarkan Gumperz untuk berpartisipasi dalam kelas institut musim panas yang berhubungan dengan masalah-masalah umum yang terkait dengan keragaman semacam ini. Gumperz sudah pernah dilatih dalam tradisi geografi linguistik di Michigan, tetapi dalam karyanya baru-baru ini, Gumperz sudah menemukan wilayah baru untuk dipelajari selain keragaman geografis. Gumperz mengajarkan mata pelajaran yang disebut dengan “Bahasa dan Masyarakat”.

Penelitian Charles Ferguson dimulai dengan pembelajaran bahasa Bengali dan bahasa Arab, yang membawanya untuk fokus pada penggunaan yang berbeda dari bahasa-bahasa tersebut, termasuk keragaman dari bahasa-bahasa tersebut. Sebagai contohnya, pada tahun 1950-an Charles sudah menulis tentang bahasa bayi dan kesopanan yang ada dalam bahasa Arab. Pada awal tahun 1960-an Charles bersama dengan Gumperz mengedit sebuah terbitan IJAL, yang disebut “Keragaman Linguistik di Asia Selatan”. Dia juga menulis mengenai diglosia sebagai suatu masalah pengajaran bahasa. Pada pertemuan di tahun 1964 Charles memimpin seminar dalam bidang sosiolinguistik. Hal itu sering bersamaan dengan munculnya murid-murid baru dengan perhatian yang sama yang peduli untuk membebaskan dan membiarkan ide-ide baru berkembang. Hal tersebut bukan tujuan Charles untuk menunjukan kreasi sosiolinguistik modern di konferensi Lake Arrowehead atau di pertemuan LSA itu sendiri, tetapi agak mengarah kepada kombinasi kedua-duanya dalam waktu yang berkelanjutan yaitu dari pertengahan Mei sampai pertengahan Agustus tahun 1964. Hanya karena pakar geografi linguistik sudah pecah dari pandangan pembelajaran bahasa yangmemperlakukan bahasa sebagai kesamaan dan kesatuan, sehingga para pakar sosiolinguistik memisahkan diri dari para ahli linguistik struktural di dalam perhatian mereka terhadap bahasa-bahasa “seperti keseragaman menyeluruh, kesamaan atau kemonolitikan dalam struktur mereka” (Bright 1966:11).

Untuk menambahkan dalam hubungannya dengan kelas-kelas Gumperz dan Ferguson dalam sosiolinguistik, pertemuan musim panas LSA tahun 1964 masih menyediakan dorongan lainnya untuk perkembangan pembelajaran keragaman bahasa. Alva L. Davis, seorang ahli geografi linguistik di Institut Teknologi Illnois bersama dengan Robert F. Hogan dari Dewan Guru Bahasa Inggris Nasional menjamin pendanaan untuk konferensi Dialek Sosial dan Pembelajaran Bahasa untuk diadakan dalam hubungannya dengan pertemuan musim panas LSA di Bloomington. Ada 25 peserta yang termasuk para pakar linguistik, tenaga pendidik, pakar sosiologi dan pakar psikologi diundang. Gumperz, Labov, McDavid dan Ferguson mempresentasikan kelanjutan dari kelompok Lake Arrowhead. Semua pakar linguistik lainnya berasal dari dialektologi, hubungan bahasa atau spesialis dalam bidang multilbahasa. Publikasi makalah di pertemuan ini (Shuy 1965) terfokus pada persamaan dialek, kebutuhan untuk meneliti bahasa kota, kecukupan pendekatan-pendekatan lama terhadap penelitian dialektologi, manfaat pedagogik dari informasi yang lebih dalam mengenai variasi bahasa, dan bahasan mengenai variasi non-standar yang seharusnya dihapuskan atau ditambahkan oleh standar bahasa Inggris.

Saat ini, topik-topik bahasan tersebut terlihat agak umum. Tetapi dalam musim panas tahun 1964, mereka mulai membicarakan masalah-masalah baru. Beberapa pendidik memperdebatkan untuk tetap kukuh melawan bahasa Inggris yang bersifat sub-standar. Pertemuan tersebut kemudian muncul permasalahan dalam peristilahan seperti “sub-standar” melawan “non-standar” dan “penghilangan adat-istiadat” melawan “perbedaan adat-istiadat”. Haugen membuat pertanyaan untuk pendekatan yang disarankan oleh banyak orang yaitu bahwa kita menggunakan metodologi Bahasa Inggris ESL untuk mengajar bahasa Inggris yang berfungsi sebagai dialek kedua. Haugen menunjukan bahwa pembelajaran bahasa dan dialek bukan hal yang sama, meskipun terlihat sama.

Dengan adanya pertemuan Lake Arrowhead dengan pertemuan LSA, dengan Gumperz dan kelas-kelas Ferguson dalam bidang ilmu sosiolinguistik dan dengan konferensi pada Dialek Sosial, pertemuan musim panas pada tahun 1964 merupakan hal yang sangat penting untuk pembangunan bidang ilmu sosiolinguistik. Apa yang terjadi setelah hal itu membuktikan ini. Banyak dari peserta yang ikut dalam pertemuan ini mulai mengajar kelas yang disebut dengan ilmu sosiolinguistik di universitas-universitas tempat asal mereka.

[..]
Bersamaan dengan pertumbuhan jenis karya yang dibawa oleh Labov di New York dan yang lainnya di Detroit dan Washington pada tahun 1960-an merupakan perkembangan dari penelitian yang lebih bersifat etnografis pada variasi bahasa. Hymes, Gumperz dan teman-teman yang lainnya dan para murid fokus pada bahasa sebagai fakta sosial dan mempelajari hubungan antara komunikasi dan kebudayaan. Mungkin, di luar ketidakpuasan dengan pembatasan generativis dari “kompetensi” terhadap ilmu grammar, Hymes memperluas ide tersebut ke dalam “kompetensi komunikatif” istilah paling umum untuk kemampuan berbicara dan mendengar seseorang (Hymes 1964). Meskipun Newmeyer menegaskan bahwa Hymes mengharapkan “kompetensi komunikatif” dapat menghilangkan kompetensi grammar (Newmeyer 1983), hal itu sebenarnya bukan maksud Hymes. Hymes tidak menolak kompetensi grammar tetapi Hymes agak mempercayai kompetensi grammar menjadi bagian dari kompetensi yang lebih luas yang merupakan pembelajaran yang bermanfaat.

Pada akhir tahun 1960-an, beberapa helai dari pendekatan-pendekatan penelitian kemudian disatukan. Dialektologi daerah yang masih belum teratur selama hampir seabad dan komunikasi bahasa yang masih belum teratur sudah nampak keberadaannya dengan bantuan pekerjaan dari Ferguson, Haugen, Weinreich, Fishman, dan yang lainnya. Sebagai tambahan, cabang etnografi komunikasi membuat efek kuat dalam kurun waktu yang tidak lama. Semua cabang tersebut berhubungan dengan bahasa dalam konteks sosialnya dan kesemuanya disusun oleh para pelajar yang menganggap dirinya melakukan sesuatu di bidang ilmu bahasa. Istilah ilmu sosiolinguistik mulai memasuki katalog kelas di universitas, artikel jurnal, dan judul buku. Meskipun dengan adanya hasil yang harmonis ini, faktanya adalah para praktisi cabang ilmu sosiolinguitik berasal dari berbagai macam disiplin ilmu yang berbeda.

6. Perubahan dari Warisan Nenek Moyang
Hal ini seharusnya jelas bahwa linguistik modern ada dalam kesakitan yang sangat hebat pada pertengahan tahun 1960an untuk siap melahirkan keturunannya yang disebut “ilmu sosiolinguistik”. Seseorang mungkin mengharapkan anak ini untuk menanggung kemiripan tertentu dari kedua orangtuanya, baik linguistik dan ilmu sosial. Seseorang bahkan lebih suka percaya anak baru ini akan membawa linguistik dan ilmu sosial berdekatan satu sama lain. Pada awal tahun 1964 sampai 1966, menggambarkan bahwa masalah-masalah dalam pengerjaan hal ini diketahui. Nama untuk anak baru ini dibahas oleh pemimpin dalam bidang ini (Hymes 1966). Bagaimana munculnya anak ini dibicarakan pada setiap pertemuan para pelajar yang sedang mengikuti pelatihan di berbagai universitas. Ketika anak ini lahir, akan dibutuhkan konferensi yang bersifat profesional, jurnal, pertemuan, teks, dan pusat pelatihan untuk membantunya menuju kedewasaan.

Sekarang, seperempat abad setelah berbagai pertemuan pada pertengahan tahun 1960an, kelas-kelas, dan koleksi makalah, ini adalah waktunya untuk menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi. Apakah disiplin linguitik, sosiologi, dan antropologi pernah meraih penyesuaian yang sangat diharapkan  pada awal tahun 1960an? Apakah anak yang masih muda ini sudah mendapatkan nama untuknya? Apakah bidang linguisitk menyetujui sosiolinguistik sebagai salah satu dari keturunannya sendiri? Bagaimana ilmu sosiolinguistik berperan pada Antropologi dan sosiologi? Sudahkah jurnal-jurnal khusus dibuat?

Hal ini bukanlah suatu kebetulan bahwa banyak pakar sosiolinguistik yang terdahulu memandang analisis rutin dalam bidang sosiologi sebagai tambahan untuk antropologi. Pendekatan kuantitatif terhadap kondisi sosial-ekonomi merupakan hal yang sudah biasa. Data sensus ternyata juga berguna, demikian halnya dengan prosedur sampling yang rumit dan prosedur pengumpulan data dari sosiologi.

7. Metodologi
Pakar sosiolinguistik memetakan ajaran mereka masing-masing meskipun ketika mereka juga meminjam dari sosiologi, yang akhirnya menimbulkan kritik dari bidang itu. Hal itu menjadi jelas sejak awalnya, sebagai contoh, bahwa data mengenai bahasa cukup berbeda dari data sosiologis yang umum. Pakar sosiologi dapat mewawancarai orang-orang yang berhubungan dengan pengambilan suara dan pola-pola dalam pembelian, aktifitas sehari-hari, perilaku atau nilai-nilai dan masih tidak pasti dalam hal keakuratan atau kejujuran respon mereka. Secara relatif mudah untuk mengungkapkan kebenaran mengenai berapa kali seseorang menyikat giginya atau siapa tepatnya yang dipilih dari suatu voting, tetapi sangatlah sulit bagi manusia untuk secara sadar merubah atau memodifikasi huruf-huruf konsonan atau huruf hidup yang mereka gunakan ketika mereka mengungkapkan idenya dalam tindak tutur masing-masing. Kestabilan penggunaan bahasa ini membuat sampel yang sedikit dari suatu bahasa tersebut menjadi lebih berguna bagi para peneliti daripada data yang diambil dari suatu penelitian yang bersifat sosial.

Para ahli sosiolinguitik juga berpendapat untuk bekerjasama dengan metode untuk menentukan status sosio-ekonomi yang umumnya terdapat pada sosiologi, dalam hal ini mereka diuntungkan oleh prosedur ilmu sosiologi yang pada umumnya terjadi pada penelitian bahasa sekarang ini. Proyek besar penelitian sosiolinguistik yang pertama (Labov 1965; Shuy, Wolfram & Riley 1968) secara khusus menggunakan data bahasa yang dihubungkan dengan status sosio-ekonomi (SES) seperti yang diterangkan oleh skala Warner. Seiring dengan berkembangnya teori dan pengetahuan, para ahli sosiolinguitik mulai bertanya pada dirinya sendiri: “Kenapa bahasa harus dipilih sebagai variable yang berhubungan dengan SES? Kenapa tidak membiarkan bahasa itu sendiri sebagai SES?”. Jika para pakar percaya kepada kepercayaan mereka bahwa bahasa adalah jendela terbaik yang tersedia untuk struktur sosial dan kesadaran, mengapa menggunakan bahasa untuk menghubungkan dengan yang lain, apakah karena bahasa tidak cukup luas?

Dengan perkembangan analisis kuantitatif sosiolinguistik, terdapat analisis-analisis statistik yang lebih rumit. Hal tersebut sudah dikatakan bahwa ada dua jenis analisis linguistik yaitu: bagi mereka yang meneliti untuk kepentingan umum (apa yang dimiliki bahasa pada umumnya), dan bagi mereka yang meneliti untuk hal yang tidak tetap (bagaimana bahasa itu dibedakan).

Hal tersebut menjadi nyata bahwa penelitian untuk bahasa umum membutuhkan ukuran kuantitatif yang kurang daripada penelitian untuk faktor tidak tetap. Untuk pastinya, penelitian pada umumnya bisa menggunakan analisis statistik dan hal itu benar bahwa tradisi yang sudah lama mengenai penilitian dialektologi pada dasarnya menghindari statistik. Tetapi karena proyek penelitian tersebut fokus pada keberagaman contoh bahasa di konteks-konteks yang berbeda, hal tersebut menjadi bukti bahwa sifat utama bahasa yang sangat penting merupakan frekuensi kemunculannya, tidak hanya keberadaan atau tidaknya bahasa tersebut secara kategori.

Pada tahun 1960an, hitungan sosiolinguistik menghasilkan statistik yang agak sederhana yang biasanya ditunjukkan dalam persen. Tidak ada yang salah dengan statistik semacam ini, tetapi tentu saja selama pernyataan-pernyataan tersebut jelas dan nyata. Kenyataannya, penggambaran statistik semacam itu merupakan suatu kemajuan yang hebat bagi penggambaran yang terdahulu mengenai kehadiran atau tidaknya fitur atau sifat khusus tersebut. Sejak pakar linguistik mengenal komputer, rutinitas statistik menjadi lebih luas, maju, dan terkenal (Fasold 1984). Dari antropologi, beberapa pakar linguistik sudah meminjam metode observasi dan etnografi dari peserta. Meskipun pendekatan etnografis terhadap analisis bahasa sudah ada sejak beberapa tahun, hal tersebut penting bahwa universitas Pennsylvania bertanggungjawab untuk sebuah latihan dalam skala besar dan penelitian di tahun 1960an, salah satunya menghasilkan pengaruh utama untuk karya di area ini. Dell Hymes bertanggungjawab penuh untuk kesibukan dari kegiatan ini.

Hal ini seharusnya ditekankan bahwa meskipun pakar sosiolinguistik mencapai ide-ide dan pendekatan dari sosiologi dan antropologi, ide dan pendekatan tersebut tidak dipinjam dalam bentuk keseluruhan mereka atau bentuk paling murni mereka. Bentuk-bentuk ide tersebut diubah ke dalam tujuan-tujuan khusus dari bidang yang dirasa baru. Baik pakar sosiologi maupun antropologi mungkin mengeluh dengan dasar kebenaran bahwa perubahan-perubahan ini mengurangi kekuatan atau mengubah tujuan bidang itu sendiri. Bagaimanapun juga hal tersebut mungkin benar, kritik mempunyai kekuatan kecil ketika kita mengetahui bahwa sosiolinguistik bukan sosiologi ataupun antropologi. Ada orang-orang yang setuju dengan hal itu, tetapi kenyataannya apakah hal itu disebut linguistik, karena pakar sosiolinguistik keluar dari batasan lama analisis linguistik, tetapi kritik tersebut ditahan oleh kenyataan bahwa pakar sosiolinguistik mengetahui kenyataan itu dengan menyebut bidang itu sebagai sosiolinguistik.

Dari awal keberadaan bidang pembelajaran yang disebut sosiolinguistik, sudah ada perdebatan mengenai apakah ada sesuatu yang disebut sosiolinguistik atau tidak. Labov dikenal oleh kebanyakan orang sebagai salah satu kekuatan utama dalam kelahiran bidang ini, Labov sendiri menjadi objek sosiolinguistik itu sendiri pada awal tahun 1965. Karena Labov kita tidak perlu menyebut bidang ini dengan nama yang terpisah. Labov lebih suka menyebut linguistik sebagai bidang asal, menyesuaikan dan menerima keragaman sosial dalam bidangnya. Singkatnya, Labov tidak membutuhkan maksud tertentu untuk sebuah konsep atau bidang seperti sosiolinguistik.

8. Nama-nama

Pada bulan November tahun 1966, ketika Hymes mengumpulkan laporannya pada pelatihan sosiolinguistik, tidak ada nama untuk bidang yang diperdebatkan di atas. Dia melaporkan bahwa subyek masalah sosiolinguistik kemudian diajarkan di bawah payung “ilmu linguistik”, “bahasa dan budaya”, “sosiologi bahasa”, dan “perilaku bahasa” demikian juga dengan “ilmu sosiolinguistik”. Selama lebih dari 20 tahun kemudian, nama yang sama muncul walaupun hanya diantara pakar linguistik, sosiolinguistik sudah menjadi istilah umum. Pertemuan tahunan perkumpilan linguistik Amerika sudah mempunyai nama “ilmu sosiolinguistik” selama 15 tahun. Kenyataannya, brosur baru-baru ini menjelaskan bidang ilmu linguistik secara menyeluruh yang dikeluarkan oleh LSA, menjelaskan bahwa ilmu sosiolinguistik sebagai salah satu komponen utama dari disiplin kita. Sekarang ini, ilmu sosiolinguistik mungkin didefinisikan secara berbeda oleh pelajar yang berbeda juga tetapi ada persetujuan umum yang dalam persetujuannya memasukkan topik seperti perencanaan bahasa, keragaman bahasa (dialek sosial dan daerah), register, dan “creole” dan “pidgin”. Ada persetujuan campuran mengenai apakah sosiolinguistik memasukkan perubahan bahasa atau apakah pembelajaran perubahan bahasa memasukkan kategori pokok pembelajaran yaitu sosiolinguistik. Demikian juga, perkembangan yang lebih baru dari analisis wacana, pragmatik, dan tindak tutur oleh beberapa pelajar dianggap menjadi bagian yang tepat dari ilmu sosiolinguistik dan oleh yang lainnya menjadi daerah yang terpisah dari pembelajaran bagi mereka sendiri. David Crystal dalam bukunya “The Cambridge Encyclopedia of Language” menjelaskan bahwa “ilmu sosiolinguistik” sebagai “pembelajaran hubungan antara bahasa dan struktur-strukturnya dan dalam fungsi pada masyarakat” (p. 412). Yang dilupakan dari topik di atas adalah bidang pembelajaran seperti “komunikasi etnografi” dan “bahasa dan kebudayaan”, yang pada umumnya masih dipercaya menjadi bagian dari antropologi, dan “sosiologi bahasa” dan “etnometodologi”, yang pada dasarnya masih dipercaya menjadi bagian dari sosiologi. Ada sedikit departemen ilmu linguistik yang menawarkan semua topik yang sudah disebutkan di atas sebagai sepesialisasi dimana para siswa dapat mendapat pelatihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar